Kamis, 28 Agustus 2014

Minggu ke-39: Bertemu Anak Lanang (3-End)

Sudah part 3 ajaaaa... Berasa nulis sinetron stripping... Maafkan pemirsa, sesungguhnya saya ingin segera menyelesaikan tulisan sedari part 1. Tapi apa daya, sebagai Ibu newbie, hampir 24 jam saya harus berada di dekat si bayi. Bisa menyentuh laptop selama 2 jam saja sudah Alhamdulillaaah banget. 

Oke, lanjut ya... dan saya janji ini part yang terakhir. Hehe...

Hampir tidak ada yang bisa saya lakukan di dalam bilik ICU selain mencoba miring kiri kanan dan bengong. Saya ingin tidur lama hingga waktu observasi selesai. Sayangnya, tidak semudah itu untuk ngantuk walaupun saya merasa lemas. Mungkin momen itu bisa menjadi enam jam terlama dalam hidup saya.

Jam dinding menunjukkan pukul 2 siang tapi tidak ada tanda-tanda saya akan dikeluarkan dari ICU. Pada saat seorang perawat memberi segelas teh hangat (yang saya minum dengan rakusnya), saya sempat bertanya kapan bisa kembali ke ruang rawat biasa. 

"Sebentar lagi ya, Mbak, nunggu Mbak diseka dulu," ujarnya.

Pukul 3 sore, perawat yang sama menyeka badan saya dengan air hangat. Ini menjadi prosesi mandi yang paling sakit yang pernah saya rasakan terutama saat saya harus berganti pakaian dalam keadaan terlentang dan menahan pedih luka bekas operasi. 

Dua orang perempuan yang saya kenal sebagai bidan di rumah sakit ini, masuk ke ICU dengan mendorong sebuah kasur. Haduh, ngga bisa ya pake kasur yang saya tidurin ini aja? Dengan susah payah saya memindah tubuh dari satu kasur ke kasur lain. Kemudian cita-cita keluar dari ICU akhirnya tercapai jua. 

Di depan pintu kamar 105, berdiri suami saya yang baru sah menjadi seorang ayah. Kening saya dicium begitu dua bidan tadi keluar kamar. Ihik, romantisnya setahun sekali, perlu diabadikan di dalam blog ini. Saat itu hanya ada kami saja di dalam ruang rawat, lalu bayinya kemana? Saya sudah  request untuk rawat gabung bersama si bocah agar mempererat bonding antara ibu dan anak.

"Ada di ruang bidan, sebentar lagi dibawa kesini kok," ujar Mas Dian. Lantas dia bercerita apa yang terjadi di luar  saat saya berada di dalam ruang operasi. 

"Prosesnya sebentar banget, dokter kandungan masuk terus 15 menit kemudian dokter anak keluar ngabarin bayinya sehat. Abis itu aku adzanin di ruang bidan. Eh, dia melet-melet, lidahnya panjang banget." Sayangnya, prosesi tersebut tidak diabadikan dalam bentuk video. Huhu.. saya menyesaaaal sekali. Suami juga nggak kepikiran buat merekamnya. Hanya ada satu foto yang diambil oleh kakak saya. Ya sudahlah ya, daripada nggak ada dokumentasi sama sekali.

Lantas Mas Dian juga bercerita betapa dia bosen nunggu masa observasi saya kelar. "Semua keluarga pulang setelah melihat bayi. Aku di kamar nonton tivi sampai ketiduran di kasur ini, hehe... Masuk ke ICU juga ngga boleh. Oh iya, aku juga makan semua makanan yang dikasih rumah sakit untuk pasien, hehe..."

Tidak lama setelah itu, orang tua saya datang dan memberikan selamat. Lantas seorang bidan masuk ke kamar sembari mendorong kereta bayi. Dan untuk kedua kali, setelah pertemuan sangat singkat di ruang operasi, akhirnya saya bisa menatap wajah anak lanang ini dengan puas.

Dia sedang tidur dan tampak baru saja dimandikan. Ada sapuan bedak tipis di wajahnya. Well, adegan memberi bedak ini hanya berlangsung saat di rumah sakit. Karena saya dan suami sepakat tidak mendandani anak lelaki kami, apalagi dengan bedak yang semakin cemong katanya tampak semakin segar. No... no... 

Saat itu juga saya segera meminta bidan untuk membantu proses menyusui. Bayi kami pun diangkat dari tempat tidurnya lantas diletakkan di samping kanan saya. Oke, here we go... Tahan saja deh sakitnya harus miring ke kanan, demi memberikan asupan kolostrum yang sangat berharga untuk anak saya. 

Momen breastfeeding yang pertama kali itu terasa sangat sakral bagi saya. Apalagi saat tahu bahwa sang bayi tidak kesulitan menghisap ASI. Ada perasaan terharu, senang dan merinding sekaligus mengetahui bahwa ada makhluk hidup yang menggantungkan hidupnya pada saya sejak pagi itu. Deg-degan? Tentu saja. Saya yang pemalas, slengekan, manja dan keras kepala ini akhirnya punya tanggung jawab menjadi... seorang ibu. Duh Gustiii... piye iki? Semoga selalu dilimpahkan kemudahan. Amiiin...

Kami lantas memberi nama Danendra Arsa Nugroho pada si mungil berpipi bulat itu. Kalau boleh, saya tuliskan secarik doa dari makna deretan kata tersebut di blog ini: bahwa Ayah dan Bunda bersyukur mendapat anugrah dan titipan yang tidak terganti dari Allah SWT. Kami berharap kamu akan tumbuh menjadi pemimpin yang bijaksana dalam setiap lingkup kehidupanmu kelak. Selamanya, kami berhutang kebahagiaan atas hadirmu. Karena itulah mulai saat itu kami memanggilmu Arsa: our happiness. []

Arsa, beberapa menit setelah dilahirkan sedang mendengarkan kumandang Adzan dari ayahnya.

6 komentar:

  1. lucu sekali bayi lanangnya .. semoga selalu sehat yaa ,, terus nanti nya jadi lanang yang ganteng :D

    BalasHapus
  2. Sampe mbrebes mili bacanya..dan aq baca postingan ini hanya beberapa jam sebelum SC di jember klinik..semoga besok pgi aku dan bayiku lancar menjalani operasi SC nya...thanks mb..

    BalasHapus
  3. I accidently find this blog while downloading email. I'm having 39 weeks pregnancy of my third child insyaallah and is waiting unpatitenly for 'the time'. Tomorrow will be the docto's decission to see what to do with the baby be. I hope I can deliver the baby normal again.
    Reading your story make me nervous of having caesar possibility hehe. yet it is very touching. I almost cry anyway. thnks for sharring. Barakallah for u and family

    BalasHapus