Rabu, 16 Oktober 2013

Ternyata Ngidam Itu...


17 September 2013

Hingga hari ini saya selalu bersyukur nyaris tak pernah ada mual muntah atau yang lazim disebut morning sickness itu. Mungkin adik bayi tau, ibunya jauh dari ayahnya. Bakal repot kalo harus mual-mual sepanjang trimester awal. Masih terlalu cepat menyimpulkan sih, tapi mudah-mudahn sisa trimester pertama ini benar-benar tanpa mual atau muntah yang berlebihan.

Alih-alih susah makan, yang ada saya malah pingin ngembat ini itu. Ngidam, orang bilang. Sebenarnya ini sah-sah saja, tapi namanya hamil muda, asupan nutrisi pun harus dipikirkan. Sudah makan sayur apa hari ini? Sudah mengasup protein kah? Bagaimana dengan buah-buahan? Sementara ngidam saya ini kebanyakan street food atau ya makanan di mall hehe yang susah diukur kadar gizinya. Apa yang mereka pakai di dapur pun bikin parno sendiri. Bersih atau ngga? Pakai MSG atau ngga? Padahal sebelum hamil, saya ngga pernah mikirin semua itu. :p

Saya tidak tahu apakah rata-rata ibu hamil newbie juga mengalami hal yang serupa. Namun saya pernah mendengar, kehamilan pertama memang kadang pingin serba perfect, lantas kehamilan berikutnya malah lebih santai dan enjoy. Semoga saya masih dalam taraf wajar ya.

Suatu malam, 12 September lalu, Mas Dian terbang dari Jakarta ke Surabaya sebelum kembali ke Waingapu. Sebelumnya dia memang sedang menghadiri rapat selama 4 hari di daerah Ancol. Kala itu kami belum tahu apakah saya benar-benar positif atau tidak. Modalnya hanya testpack yang bergaris dua saja sih. Sementara jadwal ke dokter kandungan baru keesokan harinya, karena saya sengaja menunggu si suami pulang ke Surabaya.

Sedari sore lidah saya tak henti-hentinya ingin mencecap kwetiaw goreng Wapo di daerah Unair. Mas Dian berkata akan mengantar ke Wapo begitu mendarat di Surabaya. Waktu itu seharusnya Mas Dian berangkat pukul 15.40 WIB namun sempat delay 20 menit. Saya masih kalem nih sembari menghitung-hitung perjalanan Jakarta – Surabaya, lalu bandara ke rumah. Perkiraan pukul 19.00 WIB Mas Dian sudah muncul di depan pagar. Bisa tuh langsung ke Wapo.

Pukul 18.30 WIB tak ada kabar apakah pesawat sudah landing atau Mas Dian sudah di dalam taksi atau belum. Biasanya saya menjemput di terminal Purabaya, karena rute bus bandara Juanda hanya sampai terminal. Namun, karena kami berdua yakin bahwa saya hamil, Mas Dian menyuruh saya anteng di rumah dan tidak beperjalanan terlalu jauh dulu.

10 menit kemudian saya mulai uring-uringan. Antara kelaparan dan merasa kasihan kalau si suami harus mengantar ke Wapo saat sudah terlalu malam. Dia pasti capek, pikir saya. Namun justru perasaan ini malah membuat saya makin menginginkan kwetiaw goreng yang mengepul-ngepul itu.

Smartphone saya tiba-tiba bergetar. Mas Dian mengirim pesan lewat WhatsApp. Pesawat yang ia tumpangi rupanya delay lagi 30 menit saat semua penumpang sudah berada di dalam kabin. Izin terbang harus antre mengingat padatnya lalu lintas udara. Alhasil dia pun baru mendarat di Juanda hampir pukul 7 malam.

Saya semakin sedih karena ini artinya Mas Dian akan nyampai rumah 45-60 menit lagi sekitar pukul 8 malam. Lalu menuju ke Wapo perlu 20 menit kalau ngga macet. Kemudian pesan makanan dan mungkin akan terhidang maksimal 30 menit setelah order. Itu jam berapa ya, sementara perut sudah keroncongan. Saya pun membalas WhatsApp sang suami menanyakan opsi apakah kita ke Wapo atau beli sesuatu yang dekat saja. Mas Dian tidak keberatan mengantar, walau saya tahu dia capek banget.

Akhirnya saya memutuskan akan keluar rumah sebentar untuk membeli martabak tak jauh dari kompleks. Dan yang luar biasa adalah saya menangis! Air mata netes-netes deras saat saya masih berkutat dengan pesan kepada suami. Serius, the power of ngidam ditambah hormonal seorang ibu hamil yang naik turun,  saya menangisi kwetiaw yang tak berhasil di dapat. Mata saya memerah dan muka saya jelek banget di cermin.

Sembari mengelus perut, saya berpikir, apakah yang pingin kwetiaw itu kamu, Nak? Atau cuma sugesti Ibumu?  

9 bulan masa kehamilan katanya sih masa yang penuh keajaiban. Mungkin cerita ngidam tak kesampaian ini jadi salah satu hal yang bakal membuat geleng-geleng kepala saat diingat. Anyway, besoknya Mas Dian mengajak makan siang di Wapo. Saya pun akhirnya makan kwetiaw goreng dengan penuh penghayatan sampai ludes.

Alhamdulillah ya :)