Kamis, 19 September 2013

Morning Glory

Selama lebih dari 26 tahun, saya baru sadar, bahwa pagi adalah sebaik-baiknya hari.

Seorang fotografer ternama di Indonesia pernah menyampaikan opini tentang waktu terbaik untuk memotret lanskap. Dia berujar, bahwa bangunlah saat orang lain masih terlelap di kasur, karena keindahan pagi tak pernah terganti dibandingkan dengan senja sekalipun. Anda boleh setuju atau tidak, namun memang pernyataan ini 80% akurat.

Tenang saja, saya tidak akan membahas pentingnya bangun pagi dalam ranah fotografi. Saya akan bercerita tentang fenomena yang terjadi pada diri sendiri. Saat masih lajang dan sedang asyik menikmati kehidupan jauh dari rumah sebagai anak kost di Surabaya, tidur di bawah pukul 21.00 WIB adalah hal yang paling saya hindari. Terlebih jika itu akhir pekan. Mengapa? Karena dalam benak, saya selalu berujar bahwa malam ini tidak boleh terbuang begitu saja. Definisi terbuang, apakah lantas saya melakukan hal yang bermanfaat bagi orang banyak.

Mmm... Ngga juga sih...

Jika ada tugas kuliah, saya lebih suka mengerjakan saat menjelang tengah malam. Jika besoknya libur, maka bisa jadi saya baru keluar kost pukul 11 malam. Ke mana? Dugem? Hahahaa.. Yakin deh ngga ada pub yang mau menerima tamu yang mirip anak SMP baru lulus SD kayak saya. Tapi memang ngga bohong, bahwa biasanya jam segitu saya nongkrong di McD bersama anak-anak kost lain, atau sekedar makan es kacang ijo di dekat kosan yang buka sampai dini hari. Atau kalau tidak ada teman, maka saya akan berdiam di kamar dengan sebuah laptop dan modem untuk internetan. Ya, browsing apapun yang saya mau. Chatting dengan yang sedang online atau sekedar nulis di blog walopun berakhir jadi draft saja. Lain lagi kalau temen sekos saya ngajak gelimbungan. Ini adalah kegiatan kongkow-kongkow di salah satu kamar hingga subuh menjelang. Ngapain aja? Surhaaaat... Surhat all nite looong...

Dari semua kegiatan (ngga berguna) itu intinya sih satu, jangan sampai saya tidur terlalu sore lalu menyesal tidak memaksimalkan malam sebelumnya. Entah mengapa tapi memang kenyataannya saya beropini demikian. Jumat dan Sabtu adalah hari-hari favorit. Maka haram hukumnya, kalau saya ngga tidur di atas jam 12 malam. Karena ada sugesti seperti itu, maka mata saya juga lantas ngga mengantuk! Hari Minggu malah biasa saja, karena besoknya Senin dan saya harus kuliah.

Pada tahun-tahun tersebut, malam hari adalah idola saya. Dan sudah bisa ditebak, jam berapa saya bangun keesokan harinya. Jam 9 - 10 pagi. Atau hingga Dzuhur? Hm, belum pernah sih, karena terlalu siang bikin kepala pusing. Kalau saya hidup di kampung mungkin sudah diguyur air ya disuruh bangun. Dan pasti dengan embel-embel, "Perempuan kok doyan bangun siang!" Anyway yang jelas saya ngga tau ada berapa banyak Subuh yang terlewat. :(

Hingga kemudian saya menikah.

Beberapa hal selain status di KTP pun berubah. Saya yang bertahun-tahun hanya mengurus kamar kos seluas 3x3 meter saja, sekarang harus menghadapi rumah kontrakan dengan halaman super luas. Rupanya perubahan ini bikin saya kelabakan. Nyaris tak pernah menikmati indahnya begadang malam hari. Karena batere badan saya udah keburu ngedrop setelah Isya'. Ya, setelah Isya'. Tertidur pukul 9 malam itu sudah istimewa sekali. Lah wong kadang, belum genap pukul 8 sudah nguap berkali-kali. 

Karena tidur terlalu 'sore' itulah, saya secara otomatis bisa bangun subuh-subuh. Bahkan sebelum adzan berkumandang. Perubahan jam biologis ini mungkin lebih banyak manfaatnya untuk kesehatan organ tubuh saya terutama liver. Karena orang yang doyan begadang, suatu saat pasti livernya bermasalah. Namun, dibalik semua keuntungan itu, ada satu hal sederhana yang saya sadari. Bahwa pagi itu indah. 

Setiap membuka jendela, udara dingin ala Surabaya yang mungkin hanya beberapa jam saja langsung berhembus. Segar sekali rasanya. Karena kompleks perumahan ini tak jauh dari area mangrove, maka setiap pagi rumah saya selalu kedatangan burung-burung. Saya tak tahu persis nama mereka apa. Yang jelas mereka bercicit-cuit di halaman sembari mengambil rumput-rumput kering untuk membuat sarang entah di mana. 

Pukul 6 pagi biasanya saya sudah keluar rumah untuk belanja sayur di warung ujung kompleks. Yang menyenangkan adalah saya masih bisa melihat kabut tipis dengan background sebuah apartemen mewah. Lalu di ujung Selatan saya pun melihat bayangan gunung. Gunung! Sejak tahun 2005, saya ngga pernah sekalipun melihat gunung di Surabaya. Kata kawan saya, itu gunung-gunung yang ada di Malang. Wow! Entah benar atau tidak tapi saya amaze bisa menikmatinya dari kompleks perumahan ini. 

Saya jadi agak nyesel pernah hobi begadang bertahun-tahun dan melewatkan ribuan pagi yang sejuk meskipun berada di tengah kota. Tapi akhirnya bersyukur bahwa ritme hidup saya sekarang sudah berubah lebih sehat tanpa jadi kelelawar lagi. Hehee... Walaupun kadang, saya kangen ngelayap jam 11 malam hanya untuk sepiring roti bakar di dekat kampus Unair. :p