Selasa, 05 Februari 2013

Busiest Moment

Rumah mulai ramai. Kerabat datang membantu ini itu. Tiba-tiba bersyukur punya semua ini. Masih punya orang tua, saudara kandung, tante, om, budhe, pakdhe even ponakan-ponakan yang masih kecil juga siap ngebantu acara. I'm so blessed. 

Ngga bisa ngebayangin nyiapin semua ini tanpa orang tua. Walaupun dari awal, saya dan pacar, ngga mau acara yang ribet-ribet, karena ya ini, takut ngerepotin sana sini. Dan pada hakikatnya kan, nikah itu cuman butuh prosesi akad saja. Lain-lain hanya tradisi dan adat. 

Di sini susahnya, hidup dalam lingkungan keluarga besar, apa yang kita mau rupanya tidak semudah berencana. Akhirnya toh, si Ayah tetap mau mbancaki putrinya dalam bentuk resepsi. Saya paling tahu, bahwa Ayah doyan kumpul bersama keluarga. Acara semacam ini menjadi kesempatan untuk bertemu dengan kerabat-kerabat yang jauh. And I love to see his smile. Ayah dan Mama rupanya sudah paham dengan konsekuensi mengadakan resepsi. Berbagai persiapan, sedari keluarga pacar nembung Agustus lalu, mulai dikerjakan sedikit demi sedikit. Posisi saya juga masih di Surabaya. Hingga awal Januari lalu, saya bereskan berbagai urusan di sana lalu kembali pulang ke Jember membantu segala hal yang harus disiapkan. 

Pun keluarga mertua, memutuskan mengadakan sebuah tasyakuran di Semarang seminggu setelah acara di Jember. Walaupun sebenarnya kami tidak meminta tentu saja. Hari ini saya mensyukuri semua itu. Di balik egoisme saya dan pacar, rupanya kami harus belajar untuk melihat sebuah masalah dari berbagai sudut pandang. Berkomunikasi lantas menghasilkan kompromi yang terbaik. 

Menyenangkan orang tua saat saya masih berada dalam lingkaran mereka adalah satu-satunya hal yang ingin saya lakukan sebelum pernikahan berlangsung. Susah payah mereka membesarkan saya yang bandel ini rasanya tak adil kalau saya masih minta yang aneh-aneh. 

Well, yeah, it's getting closer. Lusa saya harus menjalani prosesi Catur Wedha, semacam pamitan para orang tua. Juga Langkahan, karena saya menikah duluan sebelum kakak saya. Pada saat Langkahan ini, saya harus memberikan sesuatu sesuai permintaan kakak. Lah kok kakak saya ini semtenan becandanya. Dia minta mobil. Hrrrr... Dikira saya ini juragan mujair apa ya, uang tinggal ngalir. Akhirnya, saya beliin dia jeans Lee Cooper :D

Okey, sekian posting hari ini. Let's see besok ada apa... :) 

Senin, 04 Februari 2013

Minggu, 03 Februari 2013

Tasyakuran a la Pak Ridwan

Pada Februari 2012 lalu, saya sempat menyambangi si pacar di Sumba, Nusa Tenggara Timur. Waktu itu saya menggunakan satu-satunya maskapai yang melayani rute Surabaya - Waingapu (Sumba Timur) yaitu Batavia Air. Sayang, beberapa hari lalu maskapai kenangan yang kabarnya menyandang predikat zero accident ini harus berhenti beroperasi karena pailit.

Saya sudah ngidam pingin ke Sumba semenjak sekitar 2010. Tapi percayalah yang namanya mestakung. Saya baru bener-bener ke Sumba saat akhirnya pacaran dengan salah satu pegawai Taman Nasional Laiwangi Wanggameti.

Selama di pulau tersebut, saya sempat lintas kabupaten bersama dua orang travelmate dari Jakarta dan Yogya. Si pacar tidak masuk itungan karena dia kan harus kerja ya. Tapi bohong kalo saya ga pingin jalan-jalan sama dia. Let him describe all about Waingapu to me. So, khususon regional Sumba Timur, saya misah dari dua travelmate tadi. Kebetulan kami juga memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Salah satu hendak menuju Flores dan yang lain sedang menggarap dokumenter di Sumba Barat.

Yasudah, saya habiskan sisa hari sebelum kembali ke Surabaya buat pacaran di Waingapu. Kalo pas si pacar kerja, saya naik ojek sendirian ke Kampung Raja Prailiu. Pulangnya dijemput pacar di sana. Macam ngejemput ibu-ibu baru pulang PKK saja ya... :3

Sebelum berangkat kerja atau sore menjelang senja biasanya kami jalan-jalan dulu pake motor pinjeman ke dermaga lama. To do nothing. Palingan mampir Cinta Karya, toko kelontong paling lengkap di Waingapu, buat beli dua kaleng susu kedele produksi Negeri Jiran merk Naraya terus ya udah deh duduk-duduk sambil dengerin iPod atau motret apa aja yang lewat di dermaga. Bukan tempat yang terlalu fotografis tapi justru itu yang saya suka di sini. 

But nothing last forever ya, saya pun harus balik ke Surabaya. Hari terakhir di sana, Pak Ridwan, pemilik kos tempat pacar tinggal, bilang bahwa beliau sudah menyiapkan tasyakuran kecil-kecilan untuk saya sebelum pulang. Wah saya seneng dong ada keramahtamahan seperti ini. Pak Ridwan dan Mamak, istrinya, memang sering nimbrung saat saya di sana. Mostly sih mereka ngegodain kapan kita nikah dan sebagainya. 

Sore itu kami kembali diingatkan untuk tak perlu membeli makan malam di luar. Si pacar denger bocoran bahwa Pak Ridwan juga mengundang beberapa teman kerja pacar.  Keluarga ini rupanya sangat dekat dengan para perantauan di Taman Nasional Laiwangi Wanggameti, meskipun yang resmi ngekos di tempat Pak Ridwan dari TNLW hanya dua orang saja. 

Lho ya mendengar berita itu, saya mendadak nervous gini. Berasa mau diospek. Saat malam tiba, beberapa motor mulai terparkir di garasi. Teman-teman pacar benar-benar datang. Rupanya, kemampuan masak Mamak yang sudah terkenal, menjadi godaan utama mereka kemari. Fiuh, mendengar modus itu dari pacar, saya lega hehe...

Karena pacar harus beli Kopi Flores titipan kawan saya terlebih dahulu, otomatis kami datang sebagai undangan terakhir. Lokasi tasyakuran itu ada di sebuah gubuk terbuka beratap ilalang di halaman rumah Pak Ridwan. Hehe, tidak jauh, hanya lima meter dari tempat kos. Ada sekitar 10-12 orang yang berkumpul di tempat itu. Begitu kami melangkah masuk, terdengar beberapa siulan, lalu yang lain menyeletuk tentang penghulu atau apalah, hal-hal yang menimbulkan reaksi tepok jidat lainnya. 

Pak Ridwan yang juga menjabat sebagai ketua RT setempat ini, sempat memberikan sedikit kata sambutan *hya ampun* yang intinya juga turut mendoakan hubungan saya dan pacar segera diresmikan. Saya dan pacar cuman bisa meringis-ringis saat semua mata tertuju pada kami. Malu, cyin... XD

Rupanya penonton sudah lapar, sodara-sodara. Kelar menggojlok kami, hidangan pun diantarkan oleh Mamak. Semua bersorak riang. Modus itu rupanya benar. Hahaha... Mamak  mengatakan bahwa masakan bernama sayur sepat ini adalah menu tradisional di kampung halamannya, Bima. 

Penampakan sayur sepat ini sepintas mirip tom yum. Bening gitu kuahnya. Ada potongan tomat dan terong di dalamnya. Daun-daun kemangi juga tampak berenang-renang di permukaan. Seharusnya pun ada ikan bakar yang disembunyikan di dalam kuah sebagai hidden paradise. Tapi saat itu, karena tak terlalu banyak ikan di pasar, maka Mamak memilih membakar beberapa ikan dan dipotong-potong di atas piring lain agar semua kebagian. Saya ngga tahu gimana cara masak ikan bakar di sini, tapi kulit ikannya tampak bersih seperti ngga kena arang. Malah seperti masih mentah, tapi anehnya daging ikan sudah matang sempurna. Hal serupa juga saya temukan saat berada di Jailolo. 

Saya mengamini jika ada yang mengatakan bahwa Mamak jago masak. Kuah sayur sepat yang ternyata mengandung perasan jeruk nipis ini begitu segar di lidah. Kombinasi yang aneh sebenarnya antara ikan bakar dan siraman sayur. Tapi masakan ini sangat lezat. Apalagi mengingat susah menemukan menu tradisional Sumba selama saya di pulau tersebut. Karena gengsi, saya ngambil sayur sepat cuman sedikit doang. Ih. Padahal saya masih mau ngegadoin semua ikannya sampe tinggal duri. :9

Saya sempat berdiskusi sama si pacar tentang masakan tersebut sembari makan. Saya tak berhenti-hentinya berbisik, "ini enak banget sih...". Lalu beberapa menit kemudian kami diberondong "ciye... ciye..." dari semua orang di gubuk yang rupanya merhatiin gerak-gerik saya dan pacar. +_+

Meski selama beberapa jam menjadi bulan-bulanan Pak Ridwan ditambah teman-teman kerja pacar, tapi masakan Mamak adalah satu hal yang saya syukuri malam itu. Kelak kalau ada kesempatan ke sana lagi, saya mau belajar ah cara bikin sayur sepat. Ntar bagi-bagi resep di blog biar kalian semua bisa nyoba. *sok iya banget*

:))

Sabtu, 02 Februari 2013

Film Pertama


Barusan kelar nonton salah satu episode sitkom Whitney di Universal Channel yang lagi nyeritain kekonyolan-kekonyolan saat kencan pertama. Mendadak mikir, dulu ngedate pertama ngapain dan kemana ya. Berhubung saya dan si pacar jadiannya pas dia udah balik ke Sumba, jadi ya pacaran cuman via telfon (dan sms). Tiga bulan setelah itu barulah pacar saya ambil cuti akhir tahun dan kita melunasi hutang-hutang pacaran yang tertunda karena jarak dalam tempo sesingkat-singkatnya. Pokmen kita ngedate sampe lintas provinsi lah ya, dari Jawa Timur ke Jawa Tengah sebelum dia balik dinas ke NTT lagi. 

Sebenernya ngga ada yang terlalu konyol atau gimana sih. Ya walopun ada satu-dua hal yang agak-agak anu dari saya, paling ngga, si pacar udah maklum dari awal. Sampai detik ini, dia masih sering ngomongin keanehan-keanehan saya saat kami sedang saling flirting itu. Omai... couldn't believe that I used flirt-word. 
*geleng-geleng dulu* 
*grammar salah, urusan belakang*

Sekuel Sherlock Holmes ini bukan film pertama yang kami tonton berdua. Tapi memang menjadi film pertama saat statusnya udah jadian. Kami menyambangi Grand City Mall di Surabaya demi menonton sesuatu. Apa aja deh. Kebetulan yang lagi ngehip ya film ini. Kebetulan lagi, saya suka film yang pertama dulu. Jadi ya cukup excited... 

Saat itu malam terakhir si pacar berada di Jawa sebelum kembali ke NTT via Surabaya. Wah, harusnya kan ngedate-nya harus yang gimana gitu ya. Tak terlupakan lah ya. :3

Tapi memang pada kenyataannya hari itu belum bisa saya lupain. Bukan, bukan karena ada kejadian super romantis apa gitu. Tiba-tiba entah dari mana asalnya ya, badan saya kok sesorean gatel-gatel gitu. Gatel pada makna sebenernya, bukan cecentilan ke pacar ya. Ngapain juga... 

Perasaan saya udah mandi, udah wangi, apalagi mau kencan. Udah cakep tapi kok garuk-garuk mulu. Karena sudah terlihat koloni benjolan kecil seperti orang biduran, akhirnya saya bersama si pacar membeli obat andalan kala gatal-tak-tahu-asal melanda. CTM. Atau bahasa keren kalo pas saya lagi di kelas itu ya disebut chlorpheniramine maleat. Kalau ada obat flu yang pake embel-embel tidak menyebabkan kantuk, nah pasti senyawa satu ini tidak masuk dalam kombinasi tersebut. 

Saya berjanji dalam hati, tidak akan mengantuk walaupun udah minum CTM. Masa pacaran ngantuk. Pasti CTM bisa dikalahkan dengan cinta lah ya. *hadeu*

Don't worry pokmen... Dan kami pun masuk studio bioskop dengan bahagia.

Namun saya hanya manusia biasa yang mirip butiran debu kayak lagu-lagu itu. 10 menit pertama saat film mulai main, tiba-tiba saya merasa nyaman banget. Dudukan empuk, AC juga sejuk, lampu remang-remang, di sebelah juga ada pacar. Ah ya ampun, enak banget kalau seandainya saya bubuk sini. Mata saya turun pelan-pelan. Lalu melek lagi mengingat malam ini adalah malam ngedate terakhir sebelum kami LDR-an lagi. Wohya, tapi sungguh ini PR banget. Pantes banyak baby sitter yang kena kasus ngasih CTM ke anak-anak majikannya. Ini obat yang keras banget! Keras nyuruh tidur!

"Mas, aku tidur ngga apa-apa ya..."

Bahkan, saking baiknya saya, masih sempet pamitan kayak gitu pada si pacar. Dia sih ngangguk-ngangguk aja sambil asik nonton. Dan lhar! Saya udah ilang... Meringkuk nyaman, ngulet-ngulet pelan, dan beberapa kali kebangun kaget saat denger suara bom dari film. Abis gitu tidur lagi hingga credit title. :D

Saat lampu studio menyala, mata masih kriyep-kriyep sambil meringis-meringis pada pacar. Dia cuman geleng-geleng aja. Hehehe... Kami keluar bersama penonton lain, hingga di lobi bioskop langkah terhenti karena ada yang sibuk manggil-manggil.

"Mbak! Mbak!"

Ada sejoli yang menghampiri kami. Saya dan si pacar masih ngga ngerti ada apa. 

"Mbak, kartu parkirnya coba dicek...," kata perempuan itu.

Lah namanya baru bangun tidur ditanyain kartu parkir, ya saya bingung dan ngga ngedong ya. Sampai akhirnya si mbak-mbak tadi ngasih selembar kertas kusut.

"Ini tadi ketinggalan di kursi," ujarnya.

Oh ya ampun, saking khusyu-nya ngulet-ngulet sampe kartu parkir yang sedianya di saku jeans bagian belakang pun keluar dari sana. Hehehe... Kayaknya si mbak tadi duduk sebelahan sama saya dan tau kalau selama 80% durasi film saya habiskan dengan molor. Sepanjang jalan sama si pacar saya cuman cengengesan aja kayak orang kebanyakan duren. Yasudah lah ya, mau diapain lagi. Udah kejadian juga :p 

FYI, gatel-gatelnya udah ilang. 


Jumat, 01 Februari 2013

Our House

Setengah jam lagi masuk 2 Februari 2013. Perut saya agak mules kalau liat kalender akhir-akhir ini... Nyanyi dulu wae ya... Lagu lawas, lagu simpel, tapi enak di kuping :)

I'll light the fire
You put the flowers in the vase
That you bought today 

Lah, kita kan ga punya perapian... Ngapain juga. Surabaya lebih butuh ase. Tapi rumah baru ngontrak masih kosongan :D

Staring at the fire
For hours and hours
While I listen to you 
Play your love songs
All night long for me
Only for me 

Hm, mungkin bisa diganti staring at TV aja ya, itupun kalau udah beli. Atau ngidupin iPod aja deh, kan aku udah punya. Terus aku nyanyi-nyanyi, kamu ndengerin sampe bete terus ditulis di twitter :))

Come to me now
And rest your head for just five minutes
Everything is good
Such a cosy room
The windows are illuminated
By the sunshine through them 
Fiery gems for you
Only for you 

Tentu saja our windows are illuminated, rumah kontrak kita kan deket daerah tambak ya, gersang pula. Matahari bebas mau masuk kemana-mana. Ntar aku mau urban farming wae lah. Nanem cabe, terong, tomat. Lumayan buat nyambel kalau tanggal tua. Kamu beli tahu tempe di pasar deket ITS. Aku tinggal colokin Miyako aja.

Our house is a very, very fine house
With two cats in the yard
Life used to be so hard
Now everything is easy
'Cause of you
And our la,la,la, la,la, la, la, la, la, la, la..... 

Alhamdulillah... Semuanya harus disyukuri. Hehehe... 

Song: Our House - Crosby, Stills, Nash & Young