Selasa, 28 Januari 2014

Cerita Tiga Bulan Pertama (2-end)

Apakah saya bisa dikatakan selamat dari 'penderitaan' morning sickness?

Bisa iya, bisa tidak. Memasuki minggu ke delapan, badan saya lebih gampang drop. Padahal minggu-minggu sebelumnya, saya masih bisa menyetir motor dan mengurus proyek video di Pemkot Surabaya. Bolak-balik yang melelahkan karena lokasi cukup jauh dan proses negosiasi dengan klien yang kadang makan ati. Mungkin saya memang tak cocok bekerja dengan plat merah. Entahlah. 

Suami, orang tua dan mertua mulai mewanti-wanti agar tak ambruk terlebih stress. Apalagi hamil muda masih rentan tertimpa banyak problem, seperti keguguran dan embrio tak berkembang atau biasa dikenal blighted ovum. Tentu saja, yang bisa mengukur seberapa lelah dan seberapa kuat badan ini, ya pasti saya sendiri.

Alih-alih mual dan muntah, 'penyakit' yang lebih banyak mengganggu kehamilan saya di trimester awal adalah pusing, batuk dan nyeri pinggang. Saya memang pernah beberapa kali mual hingga harus dimuntahkan, tapi hitungannya tak sampai sebulan, itu pun tak setiap hari. Sehingga boleh sih dikatakan saya cukup selamat dari 'derita' morning sickness. Apalagi mendengar tetangga yang berdiri-pun-tak-mampu hingga menginjak bulan kelima. Atau seorang teman yang wajib nongkrong di depan toilet setiap jam 9 malam karena memasuki waktu rutin isi makan malamnya akan keluar dari perut. Memang setiap kehamilan itu unik, tak perlu dibanding-bandingkan. Cukup berucap Alhamdulillah masih bisa begini begitu selama trimester awal.

Nah, seperti yang sudah saya sebut tadi. Gangguan yang paling membekas dan terasa sakit banget adalah pusing, batuk dan nyeri pinggang. Di 3 bulan awal, terhitung 2 kali saya ke dokter obgyn dengan keluhan batuk dan pilek yang berkepanjangan. Saya sampe keheranan dari mana asalnya batuk dan pilek ini karena setelah dinyatakan hamil saya jarang banget jajan aneh-aneh. Lalu saya pun menyalahkan cuaca Surabaya yang sedang labil-labilnya. Puanas menyengat buanget sampai hampir menyentuh 40 derajat Celcius. Saya masih ingat hari-hari kepanasan itu benar-benar menyiksa. Apalagi suhu tubuh ibu hamil sendiri pun sudah lebih tinggi daripada yang tidak hamil.

Batuk yang saya derita bisa sampai 2-4 minggu. Sembuh hanya beberapa minggu lantas muncul kembali. Saya hampir desperate ngurusin batuk yang satu ini. Riaknya banyak banget dan hampir selalu keluar tiap kali saya batukkan. Ada yang bilang bahwa batuk berkepanjangan adalah bawaan bayi. Duh, coba batuknya batuk duit ya, hehe... Sebenarnya memang susah dijelaskan secara logika ya, bawaan bayi tuh seperti apa prosesnya. Yang dokter bisa katakan hanya penurunan daya tahan tubuh yang kerap terjadi sepanjang kehamilan. Saat menulis postingan ini, usia kandungan saya masuk 24 minggu,  dan sudah sebulan saya terbebas dari batuk yang ketiga. Alhamdulillah, ngga mau lagi Ya Allah. 

Nah, di bulan-bulan awal saya juga mengalami nyeri pinggang yang anehnya cuman di bagian pinggang kiri sampai pantat kiri aja. Paling terasa sakit banget saat berdiri setelah duduk berlama-lama, atau naik motor lebih dari setengah jam. Saking nyerinya, cara jalan saya pun hampir terseret-seret.  Bersin pun pinggang saya terasa nyeri! Klop banget, apalagi masa-masa itu saya sedang menderita batuk parah. Ketika saya curhatkan ke dokter, beliau berujar bahwa semua nyeri pinggang itu akibat pembesaran rahim yang kadang 'menyenggol' urat-urat saraf. Saya diresepkan anti nyeri, yang hanya saya minum dua kali, lantas nyeri pinggang pun pudar hingga saat ini. Alhamdulillah.

Kalau masalah pusing, sebagian penyebabnya mungkin karena tekanan darah saya yang relatif rendah ya, meskipun belum hamil. Jadi saya sudah terbiasa gitu ya dengan tensi 90/70 di kehidupan sehari-hari. Nggak pusing ataupun lemas. Namun, kondisi tersebut agaknya tidak sama saat sudah berbadan dua. Di trimester awal, tiap kali kontrol sebulan sekali ke dokter tensi saya tak lebih dari angka tersebut. Alhasil, setiap pagi saya mumet bin nggliyeng. Dokter tak meresepkan penambah darah karena kasus anemia itu berbeda dengan tensi rendah. Karena penasaran, saya sempatkan tes hemoglobin di laboratorium klinik, sekaligus tes gula darah, kolesterol dan asam urat, according to nyeri pinggang dan pantat yang saya ceritain tadi. Hasilnya, Hb saya bagus dan jauh dari kategori anemia. Gula darah normal, asam urat pun begitu. Hanya saja, kolesterol udah hampir melewati batas normal nih. Mungkin kebanyakan nasi padang yah T_T

Seiring dengan berjalannya waktu, pusing tiap pagi pun menghilang. Tensi saya sudah sekitar 100/80 sekarang ini. Senang rasanya, lama kelamaan semua yang bikin badan sakit ini sudah membaik. Terutama batuk ya, karena guncangannya yang maha dahsyat itu saya takutkan menggangu janin. Tapi Alhamdulillah, everything's fine.

Lalu apakah tiga bulan pertama selalu bercerita tentang sakit ini dan sakit itu? Well, kebanyakan wanita jika ditanya tentang pengalaman hamil muda mungkin itulah yang membekas ya. Tapi tenang saja, lepas dari tiga bulan pertama, masa-masa bahagia, takjub, dan kagum terhadap perkembangan janin akan segera tiba hingga semua yang sudah terjadi terasa layak dinikmati. :)



Senin, 20 Januari 2014

Pagi dan Laut

Seperti biasa, selepas sholat Subuh pukul 5 pagi, saya selalu membuka jendela-jendela kamar. Tentu saja karena udara pagi sangat segar dan terasa sejuk saat dihirup. Beberapa hari ini angin kencang memang sedang melanda Surabaya, kecepatannya, menurut berita sih 40-45 km/jam. Tak tahu pastinya, tapi cukup membuat pohon turi di halaman rumah bergoyang menyeramkan. 

Pagi ini, sembari menikmati angin dingin yang masuk, saya kembali merapatkan selimut. Karena lokasi perumahan ini tak jauh dari kawasan mangrove Surabaya, sudah pasti tiap pagi rumah-rumah berpohon akan disambangi burung-burung kecil. 

Saya susah memejamkan mata kembali. Tiba-tiba saja, saya rindu laut di pagi hari. Udara pagi ini mirip sekali dengan udara tepian laut saat fajar hampir menjelang. Terasa basah dan sepi. Suara dedaunan yang berderik kencang seakan-akan sama dengan suara hempasan ombak di bibir pantai. Lantas, ingatan saya melompat-lompat antara ke pantai Tanjung Bira di Sulawesi dan Dermaga Waingapu di Sumba Timur. 

Saya sering membaca kicauan teman-teman yang hobi bepergian, tentang kerinduan akan suatu destinasi. Tapi saya tak pernah membayangkan bagaimana rasa sebenarnya kangen terhadap tempat, hingga pagi ini datang.