Sabtu, 30 Oktober 2010

Things Happen For A Reason


Oh yes! Bulan Juni kemarin saya sempet 'nyasar' bareng Ayos, Nurul dan Nuran ke Pulau Sapudi. Kenapa bisa nyasar? Karena, sejatinya, misi traveling saat itu adalah nowhere to go. Alias bingung mo kemana. Madura memiliki 70 pulau lebih sodaraaa, dan akhirnya kapal kayu-goyang dombret membawa kami ke salah satunya, yaitu Sapudi.

Dan terima kasih karena saya diajak mengelilingi pulau kecil itu, diasupi banyak cerita rakyat oleh Pak Harto, seorang paranarmol desa :) Dari kisah Adi Poday hingga kuda terbang. Dari ramuan Madura hingga ramalan cinta abal-abal.

Dan malam ini saya punya PR menulis sapi kerap... dan taukah Anda, bahwa sejarah mengatakan karapan sapi itu berasal dari Pulau Sapudi, pulau penghasil sapi berkulit merah... Ketika anak-anak kecil jaman dahulu hobi bermain balap sapi di pinggir pantai... dan ya saya rasa saya pernah melihat pantai itu... Garis horizonnya yang lurus, memisahkan laut dan langit... Tidak ada pasir putih di sana, tapi biru langitnya susah diabaikan begitu saja...

Maka pengalaman nyasar itu, sedikit banyak membantu saya bersahabat dengan keyboard laptop menyelesaikan pekerjaan rumah ini sedikit demi sedikit. Entah bagaimana hasilnya nanti, tapi yap, things happen for a reason. Always. :)

*hikmah nyasar*

Kamis, 28 Oktober 2010

Hidup Enak???

Tebing Parangndog - Jogja

Percakapan basa-basi ini terjadi beberapa minggu yang lalu. Sore itu saya menyapa seorang teman kos ketika dia pulang kerja. Si dia tampak loyo, dan males-malesan. Mungkin abis kena macet juga.

"Kapan kamu dateng?" Si teman bertanya, berdiri di depan pintu kamar saya. Terlihat mengantuk.
"Em... kapan ya...?" Saya menjawab sekenanya, lalu lanjut melipat beberapa baju di tempat tidur. Belum selesai mikir, dia sudah memotong dengan sadis, "Lho, kamu mau pergi lagi ta?"
Saya meringis sambil terus memilah baju. Si teman masuk ke kamar, dan apa yang dia lakukan, sodara-sodara?

Ransel saya ditendang. Bluk! Njlunguplah benda tak berdaya itu.

Saya mlongo sepersekian detik. Lalu tawa saya pecah. What's ur problem, honey??? Dan dia pun mulai ngedumel. Katanya, hidup saya kok enak banget, senin selasa rebo kamis kegiatan saya 'cuman' keluar entah kemana, balik ke kos sore, ngadep laptop sampai ngantuk. Firefox, Skype, Word, Yahoo, Twitter (Winamp lupa dia sebutkan...). Nuliiissss mulu. Lalu jika weekend telah tiba, saya menjelma menjadi makhluk invisible. Ngilang. Baru nyadar kalo abis traveling kemanaaa gitu, setelah ketemu di kosan lagi bawa oleh-oleh cerita di blog.

:))

Yaaa... saya ketawa ketiwi aja mendengar 'kegiatan saya' versinya. Baiklah, teman kos, kalau tulisan ini bisa membantu meredakan kejengkelan Anda, saya beri tahu sesuatu:

Traveling itu capek. Nulis itu ngga gampang.

Traveling bikin kulit kamu gosong karena diluar panas sekali. Bisa bikin kamu masuk angin, kalo kehujanan. Pulang ke kos, sesungguhnya yang menantimu adalah tumpukan cucian kotor minta dibereskan dari dalam ransel. Dan horornya, mungkin kamu bakal lebih desperate melihat situasi dan kondisi dompet. Sungguh ini semua butuh ketabahan tingkat tinggi.

Yang kedua, menyawang laptop seharian itu ngga sehat. Bikin mata kering. Bikin punggung pegel. Parah lagi, kalau jari kamu hanya melayang-layang di atas keyboard, ngga ngerti mo nulis apa. Cuman nyanyi-nyanyi ngikutin playlist. Have no inspiration. Maka satu-satunya yang kamu dambakan hanyalah pena bulu Rita Skeeter yang bisa nulis sendiri sesuai instruksi empunya. That's cool. Tapi si Skeeter, ngga cool.

See, hidup saya ngga enak-enak banget toh?? Maka ampuni saya yang menggilai keduanya. Janganlah nendang barang-barang saya lagi. Lain kali tabawain oleh-oleh deeeeeeeh :D

Rabu, 20 Oktober 2010

Tentang Jagamine Project dan Poeticpicture


Sebenernya postingan ini saya buat setelah membaca twit si jahil kang @purwoshop. Malam itu baru jam delapan, tapi saya baru nyampe kosan setelah muter-muter bareng temen, ke dinkes, ke kampus, lalu ke sheraton ikut simulasi tes ielts, liat pameran edukasi Aussie berakhir dengan makan nasi padang. Saya capek berat. Mata sudah hampir ngga kompromi. Yap, hampir... Sampai ketika saya buka twitter, membaca timeline, kebetulan ada salah satu twit om purwo tentang @poeticpicture.

Tergoda untuk klik sana-sini, acara tidur saya tunda dulu. Hingga sampailah saya pada tulisan di Jagamine Project milik mbak Marrysa Tunjung Sari tentang bagaimana kita berkarya lewat sebuah kamera (bisa klik di sini kalau mau baca). Well, yah, saya suka banget sama tulisan sederhana itu. Bukan berarti ini karena saya juga suka jeprat-jepret kamera lho ya... Kalo saya pribadi lebih menangkap di tulisan itu ada tiga poin; gratitude, passion and creation. Nah, kebetulan saja, mbak Sasha -panggilan akrabnya- ini seorang fotografer, jadi yang dia bahas ngga jauh-jauh dari sisi itu.

Sebelumnya saya pernah membuka-buka halaman galeri milik mbak Sasha lewat Fotokita, eh ternyata yang di sini dan di sini lebih dewosjosbandos!!! Hoho... Lihatlah bagaimana caranya memotret portrait dan membuat rangkaian caption. Saya baca dan buka satu per satu, karena hasil karyanya itu bener-bener ngga ngebosenin. Inspiratif pula.

Mbak Sasha, lewat Jagamine Project, tidak hanya memberikan banyak tips tentang memotret, tapi juga menyediakan satu halaman untuk siapa saja membagikan hasil fotonya lewat kamera saku dan hape. Oh yes, i adore @masova!!! Liat foto yang dia ambil menggunakan iPhone di sini, dengan judul Another Time From a Taxi Cab.

Em, yasudah itu saja sih, hehee... saya cuman pengen mengeluarkan uneg-uneg, sekaligus nampar-nampar wajah sendiri, biar saya bisa membuat sesuatu, apapun itu, dengan lebih baik, lebih banyak, dan lebih bermanfaat :)

PS: Ini bukan promosi, lah wong saya ngga kenal mbak Sasha. :p

Senin, 18 Oktober 2010

Digital Painting by Augene


Eh, sebenernya saya uda lama pengen majang gambar ini, tapi ya kok narsis banget keliatannya :p sampai ngga sengaja, waktu blogwalking, saya menemukan judul postingan yang menarik minta di-klik: Baca Saya Saja dengan Putri. En voilaaa, ternyata gambar ini sudah nangkring selama sebulan di blognya Augene, dengan beberapa tulisan profil yang agak berlebihan.. hehe..

Ow yes, digital painting ini dibikin sama engineer lulusan Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya bernama Augene... Waktu itu saya iseng dan ngga tau diri menyerahkan sebuah foto, lalu minta dibuatin sebuah digital painting... mumpung masih gratis... Kan ngga ada yang tau, mungkin beberapa saat lagi, order kayak gini ke Augene harus dengan merogoh dompet :p

Well, walopun si designer bilang kesulitan menggambar detil wajah, tapi saya sudah senang dengan hasil ini. Lha iya lah, saya ngga bakal bisa bikin sendiri dari sudut manapun :D


Silahkan melihat-lihat blognya Augene di sini dan di sini... Banyak sketsa-sketsa keren hasil karyanya sendiri, yang mungkin bikin Anda pengen dibuatin kayak beginian juga ehehheee..

PS: Foto ini bukan pas saya lagi mengheningkan cipta atau ketiduran :p

Minggu, 17 Oktober 2010

I dream. I learn. I do

I dream. I learn. I do.

Well, anggap saja, foto yang saya ambil di sebuah taman hiburan ini, bercerita tentang mimpi :) Setelah ngubek-ngubek hardis, diputuskan gambar ini akan saya cetak untuk dijadikan cover scrapbook abal-abal yang sudah seliweran di otak saya. Dan sebenernya pun postingan ini hanyalah sebuah reminder. Karena terlalu banyak ide, nyatanya bikin saya stuck di tempat, nggak ndang bikin scrapbook, selalu saja ada alasan :p Bener kata om Walt Disney, the way to get started is to quit talking and begin doing!
Arrrgghh... Ayo besok dicetak deh!!


Minggu, 10 Oktober 2010

Melantjong Petjinan Soerabaia: Kampung Kungfu

Setelah ketinggalan event sebelumnya, kali ini saya ngga mau kelewatan acara Melantjong Petjinan Soerabaia yang diadakan pada Minggu siang tanggal 10 Oktober kemarin. Melantjong Petjinan sendiri merupakan semacam kopdar para penghuni komunitas Jejak Petjinan, yang dikemas dalam bentuk wisata budaya untuk menelusuri jejak peranakan Tionghoa di Indonesia. Event mengunjungi Kampung Kungfu Surabaya ini merupakan acara jejalan yang kelima. Sebelumnya, komunitas ini beramai-ramai mengkhatamkan Pecinan di Tuban. Denger-denger sih, akan segera diadakan acara Melantjong Petjinan di Semarang dan Madura. Wow, great!!! Saya sendiri sudah pernah melihat ornamen-ornamen khas Cina seperti burung Hong dan naga yang terdapat pada bangunan yang nilainya sudah ratusan tahun di Sumenep ketika beberapa waktu lalu traveling ke sana, sebut saja di Masjid Agung atau di kompleks Keraton Sumenep.


Siang itu cuaca Surabaya relatif cerah. Tidak gelap gulita dirundung mendung seperti beberapa hari sebelumnya. Baguslah! Maka bersama dengan Skan, Winda dan Nate', saya langsung bablas menuju Kota Lama Surabaya, tempat meeting point ditentukan oleh para panitia.

Sekitar pukul setengah sebelas, bersama dengan 30an orang lebih lainnya, kami menyaksikan demo membuat Bakcang sebagai acara pertama. Bakcang adalah salah satu jajanan khas masyarakat Tionghoa yang terbuat dari ketan diisi dengan daging atau bisa kosongan, lalu dibungkus menggunakan daun bambu kering dan selanjutnya dikukus beberapa jam. Pada tanggal 5 bulan 5 kalender Imlek, masyarakat Tionghoa melakukan perayaan untuk mengenang salah satu pejabat kerajaan, entah siapa namanya saya lupa, yang sangat disegani rakyat dan meninggal di sebuah sungai, yaitu dengan membuat jajanan Bakcang untuk keperluan sembahyang, atau mengadakan perlombaan perahu naga. Yap, satu porsi Bakcang sangatlah cukup mengisi perut Anda jika sebelumnya memang masih kosong. Kenyang!!



Dengan menggunakan bemo yang sudah disediakan, ramai-ramai kami memulai perjalanan siang itu yaitu menuju klenteng Boen Bio. Di klenteng yang berdiri di Jalan Kapasan sejak tahun 1907 ini, kami disambut baik dan ramah oleh tiga rohaniawan Konghucu. Mereka dengan senang hati menjelaskan tentang sejarah klenteng yang awal mulanya terletak di Kapasan Dalam ini. Tidak seperti klenteng Tridarma yang ada di beberapa daerah lain, di Solo atau di Semarang misalnya, klenteng Boen Bio tidak memiliki altar Tuhan Yang Maha Esa di pintu masuknya. Tidak juga terdapat patung-patung di altar utama, namun digantikan dengan deretan Papan Arwah. Dominasi warna merah serta berbagai ornamen di dalam klenteng ini tentu memiliki banyak makna simbolis. Seperti sepasang tiang berukir naga, lambang Kirin yang terdapat pada altar, prasasti kuno, hingga jumlah anak tangga, dan sebagainya, semuanya memiliki arti yang mengacu pada ajaran agama Konghucu.

Kebetulan malam itu akan diadakan perayaan hari kelahiran Nabi Kong Zi yaitu berupa pagelaran barongsai dan drama pendek yang bercerita tentang Nabi umat Konghucu tersebut. Ada pula pementasan wayang yang rutin dilakukan dan digelar di kampung Kapasan Dalam untuk menghibur penduduk sekitar. Uniknya, di dalam klenteng ini juga terdapat foto Gus Dur. Dari beberapa sumber yang saya baca, umat Konghucu di sini memang pernah menggelar doa bersama pada saat Gus Dur wafat. Sudah bukan rahasia lagi, bahwa mantan Presiden RI tersebut memang dikenal dekat dengan umat Konghucu di Indonesia. :)





Masih kenyang akibat perbuatan Bakcang, lah kok kami disuguhi sepiring gunungan lontong mie lagi. Huwooo... Maka tak ada pilihan lain selain menyantapnya. Haha... Letak warungnya sendiri berada di depan lapangan basket di Kapasan Dalam, di belakang Klenteng Boen Bio. Dari sini kemudian acara blusukan ke Kampung Kungfu dimulai. Melalui penjelasan Bapak Gunawan, warga setempat, dan Bapak Lukito, dosen arsitektur Petra, kami mendapatkan banyak pengetahuan tentang kawasan ini.



Seperti yang pernah saya baca sebelumnya dalam salah satu artikel di sawoong.com, sejak zaman Belanda, kampung ini memang mayoritas dihuni oleh etnis Tionghoa yang kemudian dijuluki sebagai Buaya Kapasan. Yap, dahulu kala kampung ini memang cukup ditakuti oleh pemerintah Belanda karena banyaknya pendekar kungfu yang kritis dan cukup sering membuat kelimpungan para meneer yang berkuasa. Pembangunan pos polisi di Kapasan ini, konon, memang sengaja untuk mengawasi para Buaya Kapasan. Skan sempat berbisik pada saya, mungkin kawasan ini dahulunya mirip dengan kampung di dalam film Kungfu Hustle. :)

Menyusuri dari gang satu ke gang yang lain, Pak Gunawan menunjukkan beberapa rumah tua bersejarah, hingga sebuah sumur umum yang dinamakan sumur Kong. Sepertinya sih memang cukup banyak yang sudah merenovasi rumah-rumah peninggalan nenek moyang itu, namun ada satu rumah yang menurut saya unik sekali. Saya lupa nama pemiliknya siapa, tapi siang itu kami diperbolehkan masuk hingga ke bagian belakang rumah mereka. Si Ibu pemilik bercerita bahwa rumah tersebut mempunyai bunker tempat persembunyian warga Tionghoa kampung Kapasan Dalam yang digunakan untuk berlindung jika terjadi peperangan. Ibu itu sendiri tidak pernah melihat bentuk bunkernya seperti apa. Yang jelas, menurut cerita turun temurun, ruang bawah tanah tersebut berada tepat di bawah meja makan di dapur.


Tidak hanya keaslian bangunan yang usianya sudah ratusan tahun yang dijaga, si Bapak pemilik rumah juga menyimpan banyak barang antik dan sebuah lukisan vintage. Sepertinya para pelantjong paling kerasan berada di rumah unik tersebut, terbukti banyak yang masih betah mendengarkan cerita si Bapak, walaupun guide kami sudah berteriak-teriak agar meninggalkan rumah tersebut dan meneruskan perjalanan. :p








Usai mengitari perkampungan yang rapat rumah itu, kami dibagi per kelompok untuk mengunjungi Hotel Ganefo yang letaknya sekitar 100 meter dari klenteng Boen Bio. Hotel Ganefo berperan penting seiring dengan keberadaan daerah Buaya Kapasan ini. Ceritanya, hotel antik ini dahulunya adalah kediaman seorang Mayor yang ditugaskan pemerintah Belanda untuk mengawasi pendekar-pendekar Tionghoa yang tinggal di kawasan Kapasan Dalam tersebut.

Hotel Ganefo letaknya agak menjorok, sehingga saya sendiri yang berulangkali melewati rute Kapasan sempat terheran-heran ada bangunan jadul dengan berbagai ornamen cantik yang masih terawat seperti itu. Sama halnya seperti di pintu depan klenteng, ketika memasuki bangunan Hotel Ganefo pun, pengunjung akan disambut oleh sepasang patung singa. Namun, menurut informasi Pak Lukito, singa di hotel ini adalah buatan Belanda, berbeda dengan di klenteng Boen Bio yang merupakan singa Cina.

Saya merasa beruntung mengikuti acara ini, karena beberapa orang bilang, memasuki Hotel Ganefo untuk sekedar numpang-lewat-lihat-lihat, itu cukup susah izinnya. Kami sendiri hanya diberi waktu 15 menit per kelompok untuk mengitari hotel, tidak boleh berisik, apalagi merekam video isi bangunan. Untungnya untuk foto-foto masih diperbolehkan. :)

Mengingat sejarahnya sebagai kediaman biasa, pasti membuat orang bertanya-tanya, lha kok ada rumah dengan begitu banyak kamar?? Yah, kecuali Pak Mayor dulu punya banyak sodara dan kerabat yang ditampung dalam satu rumah. :)

Well, jujur saja, bangunan ini (menurut saya) cukup spooky, terlalu sepi juga, dengan berbagai cermin-cermin besar yang tampak usianya sudah tidak muda lagi tergantung di dinding, lalu penerangan yang kurang terang, ditambah dengan rimbunnya sebatang pohon beringin di taman belakang, hm... mungkin ini menjadi pilihan terakhir saya kalau harus menginap di salah satu hotel di Surabaya. Hahaa... Beruntung lagi, kami boleh masuk ke salah satu kamar di sana. Dua ranjang besi, kamar mandi extra large, jendela dengan tralis besi sejajar, dan langit-langit yang tinggi akan Anda nikmati jikalau menginap di salah satu kamar di sana.

Acara melantjong petjinan ini kemudian ditutup di Jalan Bibis, salah satu kediaman panitia penyelenggara. Oh iya, saya lagi hoki, terpilih sebagai salah satu dari tiga orang yang berhak mendapatkan kaos melantjong petjinan secara cuma-cuma. Hoooo... terima kasih banyak, selain wawasan bertambah, lumayan lah, bisa balik modal :p

Mates: Siska Herwinda, Winda Savitri, Nathalia :)

Kamis, 07 Oktober 2010

Happy Birthday, Jogja!

Well, yah, sebenernya saya pengen nulis tentang Kampung Kauman dan House of Raminten yang sempet saya kunjungi beberapa minggu lalu di Jogja. Tapi entah kenapa otak saya masih ngadat. So, postingan ini saya tujukan untuk mengucapkan selamat ulang tahun yang ke 254, Jogja... Begitu banyak rentetan acara perayaan bikin saya pengen segera terbang ke sana... Wait me, Jogja Java Carnival!!! Celebration all nite looonggg :)