Oke, mari kita mulai postingan ini dengan pertanyaan dari rekan saya saat mengikuti hunting di Taman Nasional Komodo, Bang Yudi @kudaliarr.
Pertanyaannya ada dua.
Pertama, kenapa sih
Taman Nasional Komodo harus dipilih menjadi
The New Seven Wonder of Nature? Yang
kedua, kalau Komodo terpilih menjadi satu dari tujuh keajaiban dunia, apa untungnya buat Indonesia yang telah melakukan promosi secara besar-besaran untuk program ini?
Sebelumnya saya jelaskan sedikit, program hunting foto dan video di Taman Nasional Komodo yang saya ikuti beberapa hari yang lalu, diselenggarakan oleh Kementrian Budaya dan Pariwisata RI untuk satu tujuan yaitu mendongkrak angka voting Komodo National Park for the New Seven Wonders of Nature in the World. Dalam ajang ini Komodo memang harus bersaing dengan 27 finalis ajaib lain di dunia, seperti Dead Sea, Grand Canyon, Bay of Fundy, Masurian Lake District, Puerto Princesa Underground River, dan sebagainya.
Hingga saat ini
voting memang terus berjalan, dan hasilnya akan diumumkan tahun depan pada 11-11-2011. Sekarang komodo mengantongi angka
voting pada kisaran 40-50%, dengan 90% voters berasal dari Indonesia. Tapi rupanya itu tidak cukup, sodara-sodara. Coba klik tautan
berikut, lihat sendiri statistik hasil perhitungan
ranking terakhir minggu ini. See, angka segitu ternyata masih harus dipompa terus agar bisa menyalip finalis-finalis yang sempat saya sebutkan tadi.
Salah satu usaha yang dilakukan oleh Kementrian Budaya dan Pariwisata adalah mengirim fotografer, videografer, media dalam dan luar negeri, plus selebriti selama beberapa hari di Taman Nasional Komodo untuk membantu kampanye Seven Wonders ini sesuai dengan bidang yang digelutinya.
Oke, karena saya hanyalah seorang
travel writer dan fotografer kacangan, maka satu-satunya cara yang bisa saya lakukan (selain melakukan
voting, tentu saja) adalah menceritakan pada Anda sekalian, pembaca yang budiman, betapa Komodo itu layak mendapatkan posisi satu dari tujuh keajaiban dunia. Jadi ya, saya mohon maaf lahir batin tidak membuat
travelogue seperti biasa, karena menurut saya ini lebih penting daripada mengawali tulisan dengan keindahan pantai berpasir putih... Em, kalau pengen tahu masalah
How to Get There and
Where to Stay selama saya berada di Taman Nasional Komodo, silahkan kirim e-mail ke blog ini, insya Allah bisa saya beri rekomendasi. Atau bisa melalui tautan
berikut ini dan
ini.
Komodo (
Varanus komodoensis), yang sering kali disebut dengan panggilan sadis
The Dragon ini, merupakan spesies purba endemik yang hidup dari zaman Tertiarum, yang ‘seharusnya’ sudah punah seperti teman-teman seangkatannya, T-rex dan berbagai jenis hewan purbakala lain yang memang sudah habitatnya sekarang berpindah ke museum sebagai jejeran fosil saja. Ajaibnya, hingga zaman Twitter seperti sekarang ini, si komodo ini lah kok masih eksis gitu. Hidup dalam jumlah populasi yang stabil yaitu sekitar 2500 ekor di Indonesia, tepatnya di Taman Nasional Komodo yang mencakup tiga pulau yaitu Pulau Rinca (1100 ekor), Pulau Komodo (1300 ekor) dan Pulau Padar (100 ekor).
Dari jumlah sekian itu, perbandingan antara yang jantan dengan betina adalah 3 banding 1. Maka tidak heran jika pada musim-musim kawin (Juli-Agustus), banyak pejantan usia produktif (di atas tiga tahun) yang terlibat pertarungan sengit demi nge-date dengan seekor betina. Yang jadi looser silahkan gigit jari, sedangkan pemenang akan mendapatkan mempelai wanita dan siap bersembunyi di hutan untuk melangsungkan perkawinan. Yeap! Wisatawan yang berkunjung pada bulan Juli-Agustus mungkin, mungkin lho ya, bisa menyaksikan pemandangan raksasa-raksasa ini saling menyerang rebutan cewe. Tapi ya harus sabar tingkat internasional juga, menghadapi kenyataan jika tidak menemukan seekor komodo pun karena mereka, adalah tipikal hewan yang tidak suka memperlihatkan diri jika musim kawin tiba.
Komodo betina akan bertelur pada bulan September. Lalu dia akan menggali tanah untuk mengubur dan mengamankan calon-calon bayinya hingga tanah yang menimbunnya cukup padat dan tidak tercium oleh komodo dewasa lain. Ow yeah, mereka kanibal. Anak sendiri bisa dimakan. Selain komodo dewasa, yang menjadi predator telur adalah sekawanan babi hutan. Makanya induk betina akan berjaga selama beberapa minggu di atas gundukan tanah tersebut (Biasa disebut dalam TNK sebagai Sarang) hingga kondisi aman.
Seekor betina bisa menghasilkan 10 hingga 35 telur, dengan prosentase menetas mencapai 80%. Yah, angka yang cukup tinggi dari masalah kepunahan, bukan?? Tapi ya itu… setelah menetas pada bulan Maret-April, komodo imut-imut pemakan insect ini akan benar-benar diuji ketentraman hidupnya. Hanya dia yang mampu lolos dari predator lah yang bisa survive hingga dewasa. Diperkirakan usia komodo bisa mencapai 50 tahun, dan kalau ada komodo mati ya biasanya ngga berbekas apa-apa.
Begini, komodo akan melahap mangsa hingga tetes terakhir! Tulang pun akan dicerna dan dikeluarkan menjadi butiran kalsium. Makanya kotoran komodo pun warnanya putih. Dan dia biasanya hanya meninggalkan kenang-kenangan berupa helaian rambut dan kuku saja. Kata Pak Dacosta, polisi hutan yang saya kenal di sana, hanya dua hal itu yang tidak bisa dicerna oleh komodo.
”Kalau punya musuh, lempar saja ke Komodo, Mbak... Kalau dimakan komodo, pasti tidak ada bekasnya, hahaha...” canda lelaki Flores itu. Saya meringis maksa.
Tapi ya, serius, kita sebagai pengunjung memang harus ekstra hati-hati selama berada di dalam Taman Nasional. Jangan melakukan hal-hal spontan, jangan berisik dan terlebih lagi jangan berkunjung saat datang bulan, wahai wanita-wanita... Komodo dengan mudah mencium bau darah yang akan meningkatkan nafsu makannya, bagaikan anak kecil diberi asupan Scott’s Emulsion. Laper, Mama...
Komodo bertebaran bebas di taman nasional ini, ada yang manjat di pohon (oh yes, they can swim too), ada yang tidur-tiduran di bawah barak Ranger (sebutan untuk jagawana Komodo), ada juga yang jalan-jalan dengan gagah menjulurkan lidah bercabangnya yang berwarna merah jambu pucat, atau banyak pula yang hanya diam di tempat, tengok kanan kiri sambil pamer air liurnya yang terkenal mematikan karena mengandung enam puluh jenis bakteri itu. Beberapa kali saya sempat mengira mereka sebagai potongan kayu mati. Lah wong warnanya hampir sama, untung saya ngga inisiatif duduk di atas kayu mati palsu itu.
Komodo memiliki tiga titik lemah, yaitu mata, leher dan kepala. Makanya, tiap
trekking, para Ranger selalu berbekal senjata berupa tongkat kayu panjang dengan ujung bercabang dua. Kali aja, hewan purba yang bisa mencapai panjang 3 meter dan berat 90 kg ini lagi
badmood. Sodorkan saja tongkat-tongkat itu ke tiga daerah sensitif tadi, agar dia tidak menyerang kita.
Karena komodo berstatus sebagai predator utama, maka menjaga kelestarian rusa, babi, dan sebagainya dari perburuan liar, adalah tugas penting polisi hutan di sini. Intinya, jangan sampai komodo kekurangan makanannya sehingga beresiko menyerang penduduk desa Komodo di sekitar pulau tersebut.
Oke, apakah si naga tanpa sayap dan semburan api ini sudah cukup ajaib bagi Anda?
Vote sekarang juga kalau begitu!!!
Lalu, kalau apa untungnya bangsa ini jika Komodo sudah menang voting dan resmi menjadi salah satu dari tujuh keajaiban dunia, dengan promosi besar-besaran seperti ini?? Jawaban berikut ini berasal dari tulisan Pak Hanif dari pihak Kementrian Budaya dan Pariwisata, sekaligus orang yang memperkenalkan saya pada website pariwisata Indonesia milik BudPar
www.indonesia.travel (@indtravel). Sengaja saya copas dari milis, agar kalian semua, para pembaca yang budiman, bisa turut memahami betapa promosi wisata sangat penting untuk mengangkat nama Indonesia di masa akan datang.
Untuk jangka pendek, jelas tujuan pemerintah adalah meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan asing ke Taman Nasional Komodo (TNK), dengan demikian otomatis akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat, karena pendapatan sektor pariwisata bisa langsung dinikmati oleh daerah setempat, yaitu melalui hotel, airline, travel, restoran, pedagang souvenis, pengusaha kapal, guide dan sebagainya. Sebagai catatan semenjak BudPar mempromosikan TNK secara besar-besaran mulai tahun 2008, jumlah kunjungan ke TNK pada 2009 naik hingga 67% (naik sekitar 15.000 orang), jika rata-rata pengeluaran wisatawan asing USD 1000 berarti devisa yang diperoleh adalah USD 15 juta (sekitar 140 M). Selain itu, melalui seven wonders ini, citra Indonesia bisa meningkat di mata internasional, mereka bisa melihat keseriusan pemerintah dalam mengelola aset dunia, karena TNK merupakan warisan dunia. Jangka panjang, tentu menjaga kelestarian lingkungan hidup. Logikanya semakin terkenal suatu destinasi, semakin banyak orang yang peduli terhadap destinasi tersebut, khususnya dalam menjaga dan memeliharanya. Jangan sampai anak cucu kita hanya bisa melihat komodo lewat film seperti Jurrasic Park!Namun perlu diketahui pula, bahwa kunjungan yang tidak terkontrol ke TNK dapat membuat komodo stress dan dapat membahayakan pengunjung. Menurut penelitian batas aman jumlah kunjungan ke TNK adalah 500 orang per hari, di sesuaikan dengan jumlah komodo dan jagawana yang ada di TNK.
Selain melakukan trekking di Pulau Rinca (Loh Buaya) dan Pulau Komodo (Loh Liang) yang sangat menawan itu, jangan lupa untuk mampir ke Pulau Kalong, Pulau Papagaran, Pulau Mesah, dan
Pink Beach. Pastikan Anda melihat lumba-lumba juga di perairan ini.
Snorkeling dan diving adalah kesempatan yang tidak boleh dilewatkan. Ada surga bawah laut yang sangat layak untuk dinikmati.
Pink beach adalah destinasi yang wajib hukumnya! Dari kejauhan sih memang tidak terlihat pink-nya yah, tapi coba mendekat dan letakkan segenggam pasir di tangan, barulah Anda akan melihat keajaiban lainnya. Pasir putih bercampur butir-butir pecahan koral merah tersebar di seluruh pantai ini.
Amaziiiinggg! Anda bisa snorkeling di pantai atau trekking ke bukit teratas. Merekam gambar sebuah pantai biru jernih dengan pasir berwarna merah jambu yang dikelilingi gundukan bukit-bukit hijau. Sumpah, ngga bakal rugi mampir ke pantai ini!
Oh iya, satu lagi, jangan pernah bepergian ke Indonesia bagian Timur ini dengan tidak menikmati
sunset! Ya ampun, dosa besar kalo Anda malah tidur kala matahari tenggelam!
Sunset di Pulau Kalong, misalnya... Widdddiihh, sadis beraaatt!! Pada pukul 18.00-19.00 WITA, kala matahari sudah ingin menutup hari dengan hanya meninggalkan hamparan cahaya merah di langit; ribuan (entahlah saya ngga ngitung juga...) kalong akan keluar terbang dari Pulau tersebut, berhamburan, berdesakan, dan tampak sangat tergesa-gesa. Entah mereka akan pindah kemana, yang jelas keesokan harinya, dan hari-hari berikutnya, pemandangan langit merah dan ribuan kalong terbang ini akan terlihat jika kapal Anda dihentikan di depan Pulau Kalong pada jam tersebut. Kalau beruntung, mungkin Anda bisa melihat Batman juga, sapa tau ikut memeriahkan rombongan hewan nokturnal ini.
Sayangnya, tidak ada itinerary mampir ke Pulau Papagaran dan Pulau Mesah. Dari atas
yacht, sambil mendengarkan cerita Pak Andi Sucirta yang pernah bertugas sebagai dokter di sana, saya hanya bisa memandang sederet kampung nelayan yang ada di dua pulau tersebut. Pulau Papagaran tampak berbeda dengan bukit-bukit merah yang menjadi background kampung kecil itu. Sedangkan Pulau Mesah menyajikan bukit-bukit batu berwarna putih yang menawan. Yap, semoga saja lain kali saya bisa menginjakkan kaki lagi di gugusan pulau di
Nusa Tenggara Timur ini (Amin!)
Oke, semoga sedikit kampanye ini, mampu menggerakkan kursor Anda untuk turut
voting melalui
tautan berikut. Tentu saja saya ngga punya apa-apa sebagai imbalan Anda yang sudah menyumbangkan suara, tapi seriusss, yang sudah
voting saya doakan bisa menginjakkan kaki di Pulau Komodo dan
snorkeling di
Pink Beach! :)