Kamis, 13 Februari 2014

Menjadi Nominator Lomba Foto Sadar Wisata 2013


Sebelumnya, mari saya tegaskan dulu bahwa pengumuman ini sudah lebih dari 6 bulan lalu usianya. Hehehe... jadi pemenangnya pun sudah ketauan kira-kira bulan Oktober 2013 lampau ya. Tapi berhubung belum saya dokumentasikan di dalam blog, jadilah hari ini saya niat posting walaupun beritanya sudah basi. 

Jadi, Lomba Foto Sadar Wisata adalah salah satu lomba foto yang rutin diselenggarakan tiap tahun oleh Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf). Nah, kira-kira sejak 2009 atau 2010 gitu ya, saya rajin ngikuti lomba foto ini secara diam-diam dan tak tahu diri hahaa... Ya, gimana ngga tahu diri, wong megang kamera aja baru kemarin lusa udah nekat ikut-ikutan lomba taraf nasional. Saya ingat betul, foto batch pertama yang saya kirim salah satunya bertema pantai di Karimun Jawa, tempat berlibur sehari setelah dinyatakan lulus sidang skripsi. Apakah saya berhasil menggondol belasan juta rupiah sebagai pemenang? Tentu sajaaa... tidak. 

Mungkin terlihat bodoh dan percuma, saat saya kembali mengikutkan beberapa foto batch kedua pada tahun berikutnya. Lalu ada peningkatan kah? Masih tetap tidak ada yang lolos juga. Entah mengapa, saya masih ngga menyesal membuang uang untuk mencetak foto-foto lalu mengirim ke panitia di Jakarta dan lantas menerima kenyataan kalau ngga menang. Kenapa? Karena dengan seperti itu saya bisa lebih belajar lagi, bagaimana sih mengambil foto yang bagus JIKA dinilai dari kacamata Kemenparekraf. 

Dari ikut lomba-lomba ini juga saya akhirnya nyadar bahwa foto yang menarik itu sifatnya relatif. Bagi kita si pengambil foto, mungkin foto A udah sangat super teknik motretnya  tambah lagi tingkat kesusahan pengambilan momen patut diapresiasi. Tapi setelah sampai di tangan orang lain, dalam hal lomba tentu saja para juri, bisa jadi foto A tersebut biasa aja, klise, dan tidak menarik. Kita mau protes sampe kayang pun ngotot kalo foto A buagus buanget juga ngga bakal ada hasilnya. Karena ya seperti itulah seni berkompetisi. Masih banyak variabel di dunia fotografi yang berpengaruh pada sebuah karya. Jika sekiranya kita ngga gampang nrimo, ya mungkin lebih baik ngga usah ikut lomba ya. 

Pada saat Lomba Foto Sadar Wisata digelar lagi pada 2013, saya sempat ragu apakah mau ikut lagi atau tidak. Saya lupa, sudah berapa batch foto saya yang dikirim untuk ikut berkompetisi pada lomba ini (dan masih kalah aja). Iseng liat-liat stok foto terbaru, dan memilih beberapa untuk (mungkin) diikutkan lomba. Hingga hampir hari terakhir pengumpulan, saya masih bimbang dan memang ngga seambisius tahun-tahun sebelumnya.

Pernah denger kutipan ini ngga, a quitter never wins and a winner never quits? Lah kok pas ada aja yang ngetwit kayak gitu pas saya ragu ikutan lomba. Dari stok foto yang sudah saya pilah-pilah dan berusaha mengambil pelajaran dari tahun-tahun lalu, akhirnya saya kirim juga beberapa karya saya, dengan embel-embel nothing to lose yang penting usaha dan nyoba. 

Ndilalah, beberapa bulan kemudian saya mendapat email dan sms bahwa saya masuk sebagai 30 nominator Lomba Foto Sadar Wisata 2013. Wuidih! Seneng banget dong ya! Apalagi foto yang lolos adalah foto dari kampung kelahiran sendiri di Jember.

Dari foto tersebut saya berusaha menggambarkan suasana pagi saat nelayan pulang melaut di Pantai Papuma. Meskipun saya sering plesir ke Papuma, karena merupakan pantai paling 'dekat' pusat kota, namun saya ngga pernah ke sana saat subuh-subuh. Pada saat itu, kebetulan suami saya (yang statusnya masih calon) datang bertandang ke Jember bersama keluarganya untuk nembung atau melamar saya gitu deh. Hehehe... Keesokan harinya kami berdua piknik dadakan ke Papuma setelah subuh berkumandang. Perjalanan kira-kira 40 menit menggunakan motor dengan sangu dua kamera yaitu Nikon d5000 milik saya dan Canon poket milik si (calon) suami, yang saya lupa serinya. :p

Karena suami saya baru membeli handphone HTC OneV, jadilah dia lebih banyak memotret dengan gadget tersebut. Dan karena saya malas membongkar kamera besar (baca: DSLR), akhirnya saya pun lebih sering menggunakan poket Canon. Foto yang lolos menjadi 30 nominasi di lomba ini adalah salah satu hasil poket Canon. 

Dari sini saya belajar lagi, bahwa alat bukanlah segala-galanya. Terbukti bertahun-tahun sebelumnya saya selalu menyerahkan hasil foto dari DSLR untuk lomba, eh lah kok yang masuk nominasi akhirnya malah dari kamera kecil yang sering kali disepelekan. Sekarang jaman makin canggih ya, mirrorless juga sudah banyak yang mumpuni dan harganya malah jauh di atas DSLR entry level. 

Dengan menjadi nominator, otomatis ini pertama kalinya foto saya dicetak besar mungkin sekitar 20R dan dipamerkan di hadapan orang banyak. Waktu itu sih pamerannya di Grand Indonesia di Jakarta. Sayangnya, saya tidak bisa hadir, kecuali ada tiket pesawat gratis dari panitia untuk rute SUB-CGK PP yaa hahaha... Padahal pengen banget foto narsis di depan karya saya sendiri. 

Seorang teman di Yogyakarta, Lingga Binangkit, yang juga menjadi salah satu nominator, pun tidak bisa berangkat ke Jakarta. Mungkin kami adalah contoh fotografer kere yang ngga mampu beli tiket transpor ke Jakarta ya, hahahahaa... Tapi beruntungnya, salah seorang teman Lingga ada yang datang ke pameran dan memotretkan hasil karya kami yang sedang dipajang di sana. Terima kasih, teman Lingga! :D

Walaupun akhirnya saya tidak menang, tapi saya sudah cukup bisa berbangga diri bisa masuk nominasi. Apalagi kalau melihat 'riwayat kerajinan' saya ikut lomba ini sejak beberapa tahun lalu. :p

Apakah tahun ini saya akan ikut lagi? Hahaha, entahlah, karena selain tak punya stok foto terbaru, mungkin saya akan disibukkan dengan kelahiran si anak pertama... :D


Foto saya yang tengah tentang suasana nelayan di Papuma yang pulang melaut


PS:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar