Senin, 13 September 2010

Mudik ke Jember, Main ke Papuma



Berkunjung ke Pantai Pasir Putih Malikan saat mudik di Jember, adalah kegiatan rutin yang biasa saya lakukan dalam rangka short escape bersama teman-teman lama. Pantai kebanggaan warga kota Jember yang biasa disingkat Pantai Papuma ini terletak di Kecamatan Ambulu dan Wuluhan, sekitar 45 menit dari jantung kota Jember bila diakses menggunakan kendaraan bermotor. Menyuguhkan berbagai panorama cantik yang dapat dilihat dari berbagai angle, membuat saya dan teman-teman tidak pernah bosan untuk sekedar menghabiskan waktu di sekitar pantai ini.

Papuma bisa dibilang menjadi pantai terfavorit wisatawan di sepanjang wilayah tanjung. Pasirnya putih, lautnya biru, dan terdapat beberapa atol karang di tengah laut, yang bila ombak sedang tidak ganas, pengunjung bisa menyewa perahu untuk menikmati keindahannya dari jarak dekat. Selain itu di sini fasilitas yang tersedia cukup lengkap, seperti penginapan, toilet, tempat parkir, musholla, sampai fasilitas outbond untuk anak-anak. Berbagai pohon seperti nyiur, palem dan pandan laut yang menghijau menjadi hiasan pelengkap di sepanjang bibir pantai ini. Di sini juga terdapat Sitihinggil, yaitu sebuah bukit kecil untuk menikmati pemandangan Papuma dari atas. Dari sisi tersebut, kita juga bisa melihat samar-samar Pulau Nusa Barong, pulau tak berpenghuni yang terletak sekitar 50 mil dari Tanjung Papuma.

Tapi entah kenapa, saya dan teman-teman tidak pernah absen untuk berkunjung ke daerah kampung nelayan. Pantai di sini masih satu saudara dan satu gugusan dengan Papuma. Hanya letaknya lebih ke Selatan. Walaupun pasirnya cokelat gelap, tapi bukit-bukit gersang yang ada di sekitar menjadi daya tarik tersendiri. Paling ngga, buat saya pribadi. :)


Di sini terdapat bukit-bukit karang yang menjadi tempat duduk favorit para pemancing untuk menunggu hasil tangkapannya. Pengunjung di sini memang bukan yang bertipe piknik di bawah pohon sambil menggelar tikar menikmati ikan bakar. Lebih banyak nelayan yang sibuk dengan perahu-perahu mereka, dan juga para pengikut mancing mania. Mungkin karena saya dan teman-teman memang hobi pecicilan, maka melompat dari satu karang raksasa menuju karang lain adalah hal yang paling nikmat untuk dilakukan.


Pagi itu, Dipta sudah datang menjemput saya yang masih dalam keadaan mengantuk. Beberapa teman membatalkan untuk ikutan acara ke Papuma kali ini. Jadilah kami hanya berempat saja. Saya juga hampir ngga jadi ikutan, karena entah kenapa, saya nguantuk kuadrat. Tapi karena sudah terlanjut dijemput, saya pun berangkat dengan mata kriyep-kriyep. Ya, sebenernya traveling itu memang ngga butuh banyak uang, cuman niat yang besar. :D


Pagi itu cuaca jember sangat cerah. Panas sekali mungkin lebih tepatnya. Berbeda drastis dari hari-hari sebelumnya, di mana Jember lagi hobi diguyur gerimis romantis. Mendung melulu. Sepanjang perjalanan, kami membicarakan banyak hal yang sifatnya hanya basa-basi semata. Melontarkan pertanyaan dan pernyataan klise seputar 'kerja di mana sekarang', 'gajinya berapa', 'di perusahaan ini ada lowongan apa ngga', 'si anu kerja di situ', 'si una udah akad nikah', 'si ini hamil kedua', daaaan sebagainya...

Seperti biasa, di kanan kiri jalan memasuki Ambulu, kami disuguhi pemandangan serba hijau; gundukan bukit, sawah-sawah padi, ladang semangka dan jagung, serta si komoditi primadona kota Jember, Nicotiana tobaccum, yang gosipnya sudah sering bepergian ke luar negeri. Yang tidak biasa adalah keramaian di jalanan itu. Beberapa kali saya melihat pick-up mengangkut puluhan anak kecil. Gerombolan motor yang salip-menyalip dengan mobil kami, seperti sedang kampanye partai.

Mampuslah. Kami baru sadar, bahwa hari ini adalah hari terakhir cuti bersama dalam rangka Lebaran. Papuma pasti kayak pasar kaget. Andre, salah satu teman saya, sempat memberi usu: pindah haluan ke Ijen. Haduh, saya lagi males manjat-manjat, kecuali akses ke Kawah Ijen sudah dilengkapi lift atau minimal eskalator, ya saya mau-mau saja ganti tujuan short escape ke sana. Haheho. :D

Dan benar saja, memasuki pertigaan Watu Ulo, sebuah pantai sebelum memasuki pantai Papuma, terdapat beberapa polisi lalu lintas yang mengatur keluar masuk kendaraan. Padahal hari normal, saya ngga pernah melihat keberadaan polisi-polisi itu, jadi bisa disimpulkan bahwa sedang terjadi exodus di Papuma sana.

Pintu masuk pantai Papuma memang bisa diakses melalui dua jalur. Bisa dari Watu Ulo ini, dengan konsekuensi Anda harus membayar tiket dobel. Bisa juga melewati jalan pintas yang memang sudah disediakan langsung tembus ke loket masuk Papuma. Kalau opsi pertama menawarkan keindahan pantai Watu Ulo, maka opsi kedua juga ngga mau kalah. Anda akan disuguhi deretan hutan pohon jati yang kebetulan sedang dalam rangka meranggas saat kami melewatinya. Mirip kayak jejeran hutan pinus bersalju yang ada di film Winter Sonata :) Oh iya, jika memilih melalui jalur ini, maka Anda hanya akan membayar satu tiket masuk saja, yaitu tiket Papuma, per orang 7500 rupiah

Dari pertigaan itu, kami memutuskan untuk terus lurus ke Selatan menuju kampung nelayan terlebih dahulu. Sampai di lokasi, kami hanya melihat beberapa wisatawan seliweran, seperti yang kami harapkan. Hehe. Namun, sayangnya, laut sedang pasang, beberapa karang yang biasanya bisa kami lewati, sudah tertutup air. Maka beralihlah perhatian kami pada sebuah bukit gersang di pinggir pantai. Di puncak bukit tersebut terlihat sebuah rumah berdiri dengan beberapa bendera merah putih berkibar di halamannya. Yak berangkat menuju TKP!!! Sepertinya tidak terlalu tinggi untuk mencapainya, dan sudah pasti view dari atas pasti bagus sekali.

Namun ketika berada di kaki bukit kami hanya bisa melongo, membaca papan pengumuman yang ada di depan jalan akses menuju puncak. Makam Mbah XXX. Hubungi Pak Rudi jika ingin berziarah. Huaaaa... ngga jadi wes... kalo urusan yang spooky-spooky gini, saya ngga berani. Maka kami memutuskan untuk langsung ciao ke Papuma yang sebenarnya mumpung matahari masih menyengat panas, belum ada tanda-tanda akan turun hujan.



Sekali lagi, ini hari libur Lebaran. Dan kemungkinan sangat besar, saya tidak akan datang ke Papuma lagi pada hari libur. Hahaha... Masyaowoh ramenya itu yang ngga nahan... Penjual cilok, tempura, rujak, bakso pun berjejeran memanfaatkan momen setahun sekali ini. Yang paling repot tentu saja polisi keamanan Papuma. Mereka berkali-kali meniupkan peluit ke arah bibir pantai dan tampak geram dengan tingkah pengunjung, terutama anak-anak kecil, yang nekad berenang-renang sementara laut sedang pasang dan ombak yang bergulung tampak seperti mulut monster, siap memakan siapa saja yang lengah.



Papuma bukanlah Pantai Pasir Putih Situbondo yang ombaknya relatif tenang itu. Sudah terlihat disana-sini papan larangan untuk berenang, karena Papuma termasuk dalam rangkaian Pantai Selatan yang terkenal dengan keganasan ombak dan arus lautnya. Selain larangan berenang, yang jelas tampak adalah larangan berbuat asusila. Ya Tuhaaaannn... mungkin ini juga yang bikin para penunggu laut Selatan pada gerah. Lah wong banyak pasangan-pasangan berani mblusuk dan ngga takut digerayangi ulet bulu, asik memadu kasih di sela-sela rumpun pepohonan di pinggir pantai. Yah, semoga saja mereka juga selamat dari grebekan usil monyet-monyet dan ular besar seperti sanca dan phyton, para penghuni hutan di Tanjung Papuma. :p



7 komentar:

  1. wah...keren. mungkin lebih keren dari pantai Kukup di Yogya. humm..jadi pengen k sana. makasi postingannya

    salam kenal dari Semarang
    ditunggu kunjungannya di my Virtual home
    http://blog.beswandjarum.com/annisadwianggraini

    BalasHapus
  2. Kalau mau kesini buat bulan madu rekomended nda? :)

    BalasHapus
  3. mantab lah gan!
    hmm, saia udah mendengar kedahsyatan papuma dari 3 orang traveler nich..
    kayaknya semacam pantai gunnung kidul gitu yah.hahaha..
    pngen ksana ama traveler jember jadinya :P

    mba put, uda baca http://www.writingaway.net/398/ kan?
    kalo blm, baca ya!
    deadline tgl 21

    BalasHapus
  4. @nissadwi: terima kasih kembali, saya blom pernah ke gunung kidul huhuhu ;(

    @mas purwo: weh, honeymoon ya? saya pribadi menyarankan, ngga usa, hehee... tapi kalo mo nengok papuma sebentar, boleh banget mas, ntar bulan madunya di nusa barong aja... ga ada yang ganggu :D

    @wana: ayo! main ke jember! alun2 disini buagus lho hwahahhaa.... uda baca, wan... makasi linknya, sik takpikir2 dulu, bahasa linggisku kece banget soalnya :p

    BalasHapus
  5. ini pake 'senjata' yang baru put foto-fotonya?hehe asek-asek bisa pinjem:D

    BalasHapus
  6. yeee! dapet tempat nginep baru!
    saia sekarang jadi traveler bersenjata kamera hape loch!

    BalasHapus
  7. papuma benar-benar bagus, klau dipakai untuk pre-wedding

    BalasHapus