"Pusing aku, Put! Belum lagi itu macet dimana-mana!" Bang Herman berceloteh lewat saluran telepon. Nada suaranya benar-benar serius menghujat ibukota republik ini. Saya tak tahan untuk tak terkekeh.
"Orang Jakarta kalau dibawa ke Tanjung Lokang juga pasti bakalan stress, Bang!" ujar saya tak mau kalah.
"Eh tapi aku sudah ke monas! Hahaha!"
Bang Herman, adalah salah seorang lelaki Dayak Punan Hovongan yang tinggal di Tanjung Lokang, Putussibau, Kalimantan Barat. Berprofesi sebagai bendahara desa, pria beranak dua ini sangat doyan bercanda. Apalagi jika sudah combo berduet dengan sepupunya, Bang Saleh, motorist sampan kami.
Bang Herman memang tak berpendidikan tinggi, tempat tinggalnya juga jauh di pedalaman hutan dan sungai Kapuas, tapi bukan berarti dia tak melek teknologi. Dengan modal generator mandiri, tiap malam Bang Herman dan keluarganya menikmati hiburan dari negeri tetangga lewat televisi layar datarnya. Saat saya menumpang mandi di kediamannya, kedua anak Bang Herman malah sedang asyik menikmati tayangan K-Pop. Bang Herman juga memiliki sebuah laptop yang tak terlalu ia kuasai. Berada jauh dari keramaian kota, bertempat tinggal di desa yang butuh bersampan dua malam, hingga mandi dan mencuci di sungai, tidak mengindikasikan seseorang itu "tak mampu" secara finansial. Jangan pernah meremehkan. Justru mungkin kekayaan mereka kalau ditotal bisa melebihi pejabat ibukota. Bedanya, mereka yang di Tanjung Lokang hidup sederhana.
Beberapa minggu lalu, Mas Ian, rekan satu tim saya di ACI Detikcom menelepon mengabarkan bahwa Bang Herman dan kedelapan kawannya sedang berada di Jakarta.
"Ibunya sakit, Put. Dirujuk dari Pontianak disuruh ke Jakarta. Sekarang dirawat di RSCM. Wah pokoknya seru banget, gue bonceng Bang Herman naik motor, ngebantuin nyari kosan. Satu kamar buat bersembilan!" Mas Ian tertawa geli. Saya lantas membayangkan Bang Herman yang resah gelisah menyusuri jalanan Jakarta dengan motor.
"Tapi gue kasian euy, mereka kan ngga ada sodara di sini. Gue bantu tenaga aja sebisa mungkin. Kemarin gue beliin nasi padang, dan biar seneng dimakan rame-rame gitu ," ujar Mas Ian, yang terkenal sebagai model kolor andalan seantero ACI 2011.
Dibalik keluguan yang diceritakan Mas Ian dan Bang Herman, saya malah sibuk berpikir bagaimana keriwehan sembilan orang bergerak dari Tanjung Lokang menuju Jakarta. Dalam keadaan membawa dua orang yang sakit pula. Menggunakan sampan, menginap di desa Nanga Bungan kala sore menjelang, lalu lanjut bersampan kembali hingga sampai Putussibau. Bersampan di sini tidak sesederhana, naik sampan lalu hidupkan mesin dan susur sungai. Bersampan di Kapuas Hulu, itu artinya kamu harus melewati bebatuan raksasa yang siap menghantam jika tak hati-hati. Lalu kamu harus siap turun dari sampan saat riam panjang menghadang, dan beramai-ramai menarik dan menahan sampan untuk berhasil melewati riam. Dan mereka, penduduk Dayak Hovongan, adalah pejalan sekaligus pelompat paling lihai yang pernah saya lihat. Pantas jika telapak kaki mereka lebar dan tebal. Tubuh pasti menyesuaikan diri dengan alam.
Suatu hari, kami menuju daerah Data Oped, tempat awal masyarakat Tanjung Lokang bermukim ratusan tahun lalu. Perjalanan bersampan ditempuh tiga jam 'saja'. Riam yang kami lewati lebih panjang, meski tak seganas riam-riam saat menuju Tanjung Lokang dari Nanga Bungan. Seperti biasa, saat ada riam, kami bergegas turun dari sampan dan berjalan di bebatuan tajam di pinggir sungai. Lah kok, saya sok-sok ngga pake sepatu! Alhasil telapak kaki saya lecet. Dan cara jalan saya yang termasuk level lamban, jadinya malah super lamban karena luka tadi.
"Lamban sekali kalian berdua! Sudah tak usah turun dari sampan lagi kalau ada riam!" ujar Bang Herman pada saya dan Mbak Anty dengan wajah sok serius. Kami meringis minta dimaklumi atas nama gender. Pada riam berikutnya, bapak-bapak Punan Hovongan benar-benar melarang kami turun dari sampan. Saya duduk diam, tegang saat mulai diangkat dan ditarik oleh sekelompok pria berotot. Ah, otot Mas Ian yang buatan gym jadi tak ada apa-apanya di sini. Haha!
Foto diambil saat saya berada di sampan, tidak diizinkan turun :p
Selesai bersandar di Putussibau, perjalanan masih belum usai, Bung! Dilanjutkan dengan angkutan umum, atau sewa mobil untuk menuju Pontianak dengan total perjalanan 17 jam. And we talk about jalanan di Borneo nih ya, jangan disamain dengan Pantura. Jalurnya asoy geboy. Mending nenggak antimo beneran deh sebelum berangkat. Sampai di Pontianak, Bang Herman dan rombongan terbang menuju ibukota, membaur dengan sesaknya Jakarta.
Biasanya saya melihat berita serupa lewat televisi atau media cetak. Tapi karena pernah merasakan sendiri, saya merasa terenyuh dengan perjalanan rombongan dari Tanjung Lokang ini. Sangat panjang dan tidak gampang. Paling tidak untuk orang awam seperti saya. Memikirkan perjalanan mereka saja, saya langsung capek.
Meski sudah hampir satu tahun perjalanan memorable di Kalimantan Barat, namun Bang Herman dan Bang Saleh masih sering bertukar kabar dengan kami. Tentu saja saat mereka menemukan sinyal telepon di Putussibau, karena hanya ada telepon satelit untuk emergency case di Tanjung Lokang.
Malam ini saya kembali menelepon Bang Herman yang masih juga di Jakarta. Menanyakan kabar sang Ibu dan kerabat lainnya yang masih terbaring di rumah sakit.
"Sudah dioperasi kemarin tanggal 8, Put. Pas sekali kamu telepon, sekalian aku pamit besok pulang ke Lokang...," ujarnya.
"Lho, Ibu Abang sudah betul sehat? Tak apa dibawa pulang besok?" tanya saya, kembali membayangkan perjalanan super panjang dan melelahkan itu.
"Ibu masih di rumah sakit untuk pemulihan. Ada adikku yang kuliah di Jogja yang menemani."
"Ah, sayang sekali aku tidak bisa ke Jakarta ya, Bang, padahal kepingin ketemu lagi, hehe..."
"Iya, memang Surabaya itu jauh ya?"
"Semalam lah, Bang kalau naik kereta..."
"Wah jauh juga... Macam ke Pontianak... Kapan kau ke Lokang lagi?"
"Kalau harga bensin ke sana udah murah, Bang! Hahaha..."
Belum saya sebut ya, untuk transportasi satu sampan saja memakan hampir dua puluh juta, tidak termasuk biaya pulangnya tuh... Hahaha, edan kan Indonesia! Makanya jangan bayangkan hanya ke Raja Ampat saja rute paling mahal di negeri ini. Masih ada susur sungai raksasa yang bisa bikin kantong kering mendadak.
"Besok naik apa, Bang ke Kalimantan?" tanya saya kemudian.
"Naik 'spit'!" Spit adalah sebutan mereka untuk sampan. Mungkin serapan dari mesin yang dipakai pada speedboat, yang ditempel pada ekor sampan. Bodohnya, saya percaya saja ucapan Bang Herman, karena dalam pikiran saya mereka akan naik kapal laut.
"Waduh berapa hari, Bang?"
"Ya kenapa kau percaya. Mana ada spit ke Pontianak."
Saya tergelak bodoh. "Jangan kapok ke Jawa ya, Bang..."
"Ah tak maulah aku ke Jakarta lagi, apalagi naik bajaj, pusing!"
Mas Ian, Bang Herman, dan Mbak Anty menggunakan ikat kepala dari daun yang katanya agar tak tersesat di hutan
***
Judul foto: Rare Fish Market
Di indonesia memang banyak sekali ya pasar tradisional? tapi kalau pasar ikan bagaimana? se umur - umur baru dua kali saya mengunjungi pasar ikan. untuk foto kali ini adalah pasar ikan Kedonganan yang berada di bali. jenis ikannya lengkap, murah, dan bisa di bakar ditempat ^^
20. Adni Sholawati
nama/nama blog: adni sholawati/serenity
link blog: http://sholawati.blogspot.com/
Judul foto: Belum ke Solo kalau belum ke Klewer
Pasar yang dibangun tahun 1947 ini dulunya merupakan bekas pasar burung bernama Slompretan. Kemudian pada jaman Jepang menjadi pusat jual beli baju bekas yang dijual dengan cara "kleweran". Itu sedikit sejarah nama pasar ini.
Saat ini Pasar Klewer menjadi satu-satunya pasar tradisional di Solo yang menyediakan batik, baik batik tulis maupun batik cap atau printing dengan mutu yang berkualitas.
Sekilas tampak dari luar semrawut, kurang lebih sama seperti di dalam. Berdesakan dan saling menyenggol saat berbelanja sudah biasa di sini.
Tapi begitulah Klewer, tak boleh dilewatkan jika Anda berkunjung ke Solo. Dan saat Anda berbelanja di sini, walau sepertinya tak perlu diingatkan, rasa-rasanya saya perlu bilang, "Jangan lupa menawar!"
21. Ogi Philardi
link : www.mainmakan.com
Sukawati, one of the traditional art market in Bali, is the perfect place to shop art. This is the budget market located in Gianyar. Even so, the quality is comparable to the expensive one you find in town. Don't hesitate to make a deal with the shopkeepers, they will be very welcome to you.
Tak perlu sukar mencari peci, mampirlah ke sebelah Masjid Baiturrahman Banda Aceh. Di situ ada Pasar Aceh, kau bisa memilih peci, sajadah dan tasbih sesukamu dengan harga yang sesuai kantongmu. Kau mau warna merah, biru, hijau semua ada. Datanglah kesana, dan kau akan merasakan uap-uap persahabatan ketika berbincang dengan si pedagang. Sederhana dan menyejukkan.
26. Tesya
Link blog : http://www.tesyasblog.com
Pasar terapung Damnoen Saduak, dapat ditempuh sekitar 2 jam dari Bangkok. Pergilah kesana di pagi hari, agar pasar ini belum crowded dengan datangnya rombongan turis. Jika anda mencari salah satu hal unik yang bisa dilakukan di Bangkok, saya rekomendasikan Damnoean Saduak Floating Market:)
27. Niken Andriani
Blog: n-journal.com
Judul : Sarapan di pasar
Waktu paling tepat 'bermain' ke pasar sayur adalah pagi hari. Saat barang dagangan masih digelar dan ibu-ibu lalu lalang berbelanja. Di tengah hiruk pikuk dan bau jalanan becek yang tak sedap, ibu pedagang ini tetap santai menikmati sarapan paginya. Ia hanya kaget saat tiba-tiba saya potret. "Sarapan dulu, dik!" Katanya pagi itu di pasar pecinan, Semarang.
28. Nauval
Link blog : noval78.wordpress.com
Judul : Aku ingin itu
caption :
Pasar bisa jadi surga tempat impian seorang anak, karena segala bentuk mainan, jajanan, pernak-pernik dan pakaian-pakaian lucu tersedia disitu. Dan begitu pula dengan gadis cilik ini, ia sedang memperlihatkan pernak-pernik yang dia suka kepada ibunya di pasar malam Melaka, Malaysia. Pasar malam (night market) di Melaka berpusat di Jonker Street dan digelar di tiap akhir pekan, dari Jumat sampai Minggu, tiap malam. Hiruk pikuk pedagang dan pembeli tumpah ruah di sepanjang jalan itu.
29. Dina Dua Ransel
Link blog: http://www.duaransel.com/
Memasuki Gerbang Samping Kota Merah Marrakesh.
Kota merah Medinah Marrakesh, kota mimpi seribu satu malamku. Di gerbang samping kota tua ini, kami membuntuti seekor bagal penarik kereta sayur-mayur masuk ke dalam kota. Dua orang pria mengendalikannya. Mereka penjual sayur-mayur di salah satu dari sekian banyak pasar di dalam kota tua berdinding merah ini. Sekian banyak pasar kecil rakyat jelata yang tak tersentuh turis.
Medina Marrakesh bukan sekedar alun-alun ternama nan eksotik Djemaa el Fnaa dan souq raksasanya saja. Kehidupan tradisional masyarakatnya di balik tembok merah ini, lebih memikat lagi.
30. Ahmad Riyanto
Nama: Ahmad Riyanto
Link Blog: http://kucingbloon.wordpress.com
Jinli Street
Siapa yang sangka jalanan sempit nan sepi ketika siang hari dan dipenuhi toko-toko yang menjajakan pernak-pernik dan jajanan khas Cina ini ketika malam hari berubah menjadi pasar malam tempat dimana warga Chengdu berkumpul.
31. Yongky D
Nama blog: mimpipejuang.blogspot.com
Judul: Hidup adalah perjuangan
Words: Pasar, tempat mereka berjuang dalam hidup. Di usia yang sudah senja mereka masih mencari uang, bukan untuk menonton di bioskop, bukan untuk makan makanan enak di restoran, bukan untuk membeli gadget, bukan juga untuk membeli perhiasan, hanya untuk sesuap nasi.
Sudahkah kita berjuang & menghargai sebuah hidup???
Foto ini diambil di bawah terik matahari Pasar Kebalen, Malang.
32. Helena
Blog: http://helenamantra.blogspot.com/2012/10/pasar-ikan-talise.html
Judul: Pasar Ikan Talise
Setiap malam di pinggir Pantai Talise ada pasar ikan hasil tangkapan dari laut. So fresh from the sea. Ketika itu kami menemani Opa Jose, turis dari Peru, untuk jalan-jalan malam di Palu. Dengan kemampuan English yang pas-pasan, kami berusaha menjelaskan jenis dan harga ikan. Modal nekat buat jadi tour guide. Menurut Opa, harga seafood di sini lebih mahal daripada di negara asalnya. Hmm..kenapa ya? Padahal lokasi pasar ini tepat di sebelah pantai.
33. Nanie
Link Blog : http://jokkajokka.com/pecel-mbak-pecel-mas/
Pecel mbak, Pecel mas...
Di sisi kiri dan kanan gerbang masuk Pasar Beringharjo - Jogjakarta, berjejer penjual pecel dan jajanan lainnya. Saya duduk di kursi plastik pas depan jualan si Mbak, memesan pecel satu porsi dan es teh manis. Ditanya lengkap? pake mi? saya ho oh saja. Dan ketika pecel pesanan datang, saya takjub. Campuran sayurnya macem-macem, beberapa sayuran bahkan saya belom pernah coba, belum pernah liat, dan gak tau namanya :)) Tapi tempe dan tahu bacemnya uenakkk. Jika berkunjung ke Jogja dan sedang berbelanja atau berburu ole-ole di Malioboro atau Pasar Beringharjo, sempatkanlah mampir mencoba pecel ini.
judul: mine
Satu momen hening di daerah Kranggan, tepat di jantung kota lama Semarang. Dimana pasar dan kota lama yang tak terpisahkan oleh batas fisik. Lapak dagangan bisa di rumah, depan, samping bahkan di tengah jalan yang membelah gang-gang sempitnya. Selalu ada frame yang baru disini.